Pemberdayaan Tenaga Kesehatan Melalui Kebijakan PTT
PEMBERDAYAAN TENAGA KESEHATAN MELALUI KEBIJAKAN PEGAWAI TIDAK TETAP BAGI SARJANA KEPERAWATAN
A. PENDAHULUAN.
Promosi kesehatan merupakan bagian integral dari Pembangunan Kesehatan Nasional. Hal ini dapat dilihat bahwa Promosi kesehatan merupakan salah satu pilar dalam pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010 melalui peningkatan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dengan perilaku hidup bersih dan sehat serta dalam lingkungan yang sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya di seluruh wilayah Republik Indonesia.
Dalam perkembangnnya pusat promosi kesehatan melihat ada beberapa hal yang perlu dilihat kembali sesuai dengan tugas pokok dan fungsi promosi kesehatan dan kebijakan promosi kesehatan baik di pusat maupun didaerah, serta masalah-masalah yang menyangkut kesehatan yang sering terjadi pada saat ini yang sangat terkait dengan promosi kesehatan. Masalah yang penting dan perlu disikapi adalah 1) kurang fokus dan konsistennya program promosi kesehatan dalam pencapaian indikator PHBS 65% pada tahun 2010 yang tertuang dalam kegiatan pertahunnya. 2) lemahnya dalam koordinasi , sinergisme dalam penyusunan perencanaan antar program dan daerah 3) sukarnya merubah “mind-set” paradigma sakit ke paradigma sehat. yang sudah tidak sesuai lagi dalam pembangunan kesehatan, 4) lemahnya kemauan dan kemampuan dalam menyusun rencana promosi kesehatan dan strateginya yang bersifat makro dan berjangka panjang, dan 5) kurang kuatnya memahami konsep promosi kesehatan dan berbagai metode promosi kesehatan. 6) koordinasi antar pusat dan provinsi serta antar provinsi yang masih kurang 7) terbatasnya sumber daya yang dapat menunjang upaya promosi kesehatan.
Di samping itu, masalah lain yang dihadapi adalah perubahan dan tantangan yang bersifat strategis baik internal maupun eksternal. Dalam kontek internal antara lain adalah meliputi krisis politik, ekonomi, sosial budaya, dan keamanan serta bencana alam dan keadaan geografis di beberapa wilayah Indonesia. Dalam kontek eksternal antara lain adalah era globalisasi, perkembangan teknologi transportasi, dan telekomunikasi-informasi.Dalam menghadapi era kesejagatan dan perdagangan bebas, berbagai tekanan yang bersifat internal maupun eksternal telah memaksa kita untuk beranjak kesuatu kondisi yang lebih baik dan profesional sesuai dengan tuntutan global.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas, dalam rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010 ditetapkan adanya 7 (tujuh) Program Pembangunan Kesehatan(propenas),salah satu diantaranya adalah Program Sumber Daya Kesehatan,disamping Program promosi kesehatan.Program ini bertujuan untuk meningkatkan ketersediaan dan keterjangkauan sumber daya kesehatan serta efektivitas dan efisiensi penggunaannya.Adapun sasarannya adalah:1)terdapatnyan rencana pengembangan sumber daya kesehatan,2)didayagunakan tenaga kesehatan yang ada dan dikembangkannya pembinaan karier seluruh tenaga kesehatan,3)berfungsinya pedidikan dan pelatihan tenaga kesehatan ,4)tersedianya jaringan/akses pelayanan kesehatan bagi seluruh penduduk.5)tersedianya perbekalan sarana dan prasarana kesehatan baik jenis dan jumlahnya sesuai kebutuhan masyarakat.Beranjak dari pemikiran tersebut sudah saatnya pula profesi keperawatan diberikan kesempatan yang sama dengan profesi lain untuk berkontribusi dalam implementasi program sumber daya kesehatan dan promosi kesehatan di masyarakat tersebut agar tercapai sasaran program yang diharapkan.Dan hal ini juga sejalan dengan konsep yang dikemukakan oleh H.L.Blum bahwa untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat salah satu faktor yang berpengaruh adalah pelayanan kesehatan,di dalamnya termasuk terjaminnya akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan penyebaran tenaga kesehatan yang merata dan bermutu sesuai kebutuhan masyarakat,termasuk tenaga keperawatan.
Profesi keperawatan yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang pada saat ini semakin berkembang baik dari segi kualitas maupun kualifikasi tenaga. Dari segi kualitas adalah adanya pergeseran sistem pemberian pelayanan keperawatan dari yang bersifat intuition technical oriented menjadi pelayanan keperawatan yang bersifat holistic dan unik kepada sistem klien, yaitu individu, keluarga, kelompok khusus dan komunitas/masyarakat dalam tiap tahap tumbuh kembang sepanjang siklus kehidupan dengan pendekatan Nursing Process. Dari segi kualifikasi jenjang pendidikan tenaga keperawatan, salah satu bentuk perkembangan yang dapat diidentifikasi adalah berdirinya pendidikan tinggi keperawatan pada jenjang Strata -1 di Universitas Indonesia sejak tahun 1985, yang kemudian diikuti dengan pendirian di beberapa universitas lain di Indonesia yang menghasilkan lulusan melalui dua program. Program A adalah program pendidikan yang ditujukan bagi mahasiswa yang berasal dari SMU dengan lama pendidikan 5 tahun, sedangkan program B merupakan program pendidikan yang ditujukan bagi mahasiswa yang berasal dari D-III Keperawatan dengan lama pendidikan minimal 2,5 tahun dan rata-rata sudah bekerja. Perkembangan lain adalah dibukanya Program Magister Keperawatan dengan Kekhususan Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan di Universitas Indonesia sejak tahun 1998 dengan lama pendidikan 2 tahun dan selanjutnya diikuti pembukaan program lainnya,sehingga sampai saat ini sudah ada Program Magister Keperawatan Maternitas,Keperawatan Medikal Bedah,Keperawatan Jiwa dan Keperawatan komunitas.
Hal yang menarik untuk dicermati adalah pendistribusian dari lulusan jenjang Strata -1 (Sarjana Keperawatan), dari hasil penelitian Rustina, Y. (Distribusi dan Utilisasi Lulusan: Suatu Survey, dalam Jurnal Keperawatan Indonesia, Vol.II No.6, Mei 1999) yang difokuskan hanya untuk lulusan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia dari tahun 1988 sampai dengan 1997 dengan n=200, didapatkan hasil bahwa 70,5 % para lulusan bekerja pada institusi pendidikan, 5,5 % di institusi pelayanan, 3,5 % Administrasi, 0,5 % lain-lain. Relevansi lulusan berdasarkan alasan memilih pekerjaan 52,0 % karena sesuai dengan pendidikan/keilmuan, 12,2 % Gaji yang memadai, 22,6 % lingkungan kerja yang menyenangkan, 3,7 % tidak ada pilihan lain, 10,7 % lain-lain. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa ada kecendrungan yang sangat tinggi dari lulusan untuk bekerja di institusi pendidikan (70,5 %) dengan alasan memilih karena sesuai dengan pendidikan dan keilmuan (52,0 %). Dengan demikian perlu dipertanyakan apakah bekerja di pelayanan keperawatan tidak sesuai dengan pendidikan dan keilmuan yang telah dipelajari dibangku kuliah?. Kalau kita mau jujur dan tranparans sebenarnya ada alasan klasik lain yang selalu diungkapkan oleh lulusan program A dan program B yang non Pegawai Negeri Sipil, bahwa bekerja di institusi pelayanan milik pemerintah gaji/insentif sangat tidak memadai.
Dengan demikian timbul suatu pertanyaan, bagai mana nasib pelayanan keperawatan milik pemerintah di Indonesia ke depan yang dikatakan sudah profesional dalam menghadapi pasar bebas dan tuntutan konsumen sebagai pengguna dari sebuah produk jasa, bila para sarjana keperawatan lebih memilih untuk bekerja di institusi pendidikan?, dan kalau mereka memilih bekerja di institusi pelayanan keperawatan milik pemerintah, siapa yang akan menjamin gaji mereka sesuai dengan standar dan manusiawi?, sebelum mereka lulus atau menjadi Pegawai Negeri Sipil atau swasta ditempat lain.
B. SOLUSI MASALAH DAN PEMBAHASAN.
Dalam kaitannya dengan globalisasi yang merupakan fenomena yang terjadi pada akhir abad 20 yang ditandai dengan terjadinya interpenetrasi dan interdepedensi dari semua sektor termasuk sektor kesehatan, menyebabkan transformasi masyarakat negara menjadi masyarakat global (dunia).
Adanya kompetisi akibat dari liberalisasi perdagangan yang menjadi ciri utama globalisasi, dan kebijakan General Agreement on Trade in Service (GATS) dan Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS) serta diberlakukannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, akan sangat berpengaruh terhadap berbagai aspek penyelenggaraan pelayanan kesehatan di Indonesia, salah satunya adalah aspek pembiayaan dan mutu serta profesionalisme pelayanan kesehatan yang diterima oleh masyarakat pengguna jasa harus sesuai dengan tuntutan dan standar global. Peningkatan mutu dan profesionalisme pelayanan kesehatan, salah satunya sangat dipengaruhi oleh faktor sumber daya manusia kesehatan. Mutu dan profesionalisme sumber daya manusia kesehatan sangat ditentukan oleh kemampuan dalam menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi serta penerapan nilai-nilai moral yang dianut dalam menjalankan tugas.
Demikian juga halnya dengan pelayanan keperawatan sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan, dan keperawatan merupakan salah satu profesi yang terlibat secara langsung dalam upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan masyarakat seperti yang tersebut dalam pasal 32 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, mempunyai kepentingan dan tanggung jawab besar dalam memikirkan situasi masa depan yang mungkin terjadi (Plausible Futures) dan kondisi masa depan yang akan dibentuk oleh kebijakan (Normative Futures) untuk pemberdayaan sumber daya manusia keperawatan di tatanan pelayanan keperawatan yang bertujuan agar pelayanan keperawatan yang bermutu dan profesional benar-benar tercipta sesuai dengan tuntutan masyarakat secara global, regional maupun nasional.
Suatu fenomena yang menarik untuk dicermati dari sumber daya manusia keperawatan saat ini adalah: pertama, masih bervariasinya kualifikasi tenaga yang ada di pelayanan keperawatan, terutama institusi pelayanan milik pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah. Hal ini terjadi mungkin disebabkan oleh kesalahan sejarah kebijakan masa lalu tentang pendidikan keperawatan yang hanya sampai pada tingkat pendidikan menengah. Sehingga tidaklah mengherankan bila kualifikasi tenaga keperawatan di tatanan pelayanan keperawatan sebagian besar didominasi oleh perawat lulusan Sekolah Perawat Kesehatan yang secara ilmiah keprofesionalannya dalam memberikan pelayanan keperawatan maupun penguasaan aspek manajerial sangat tidak memungkinkan. Kedua, untuk tenaga D-III keperawatan dari segi pengakuan akademik hanya disebut sebagai profesional pemula, sehingga perannya hanya terbatas sebagai pelaksana pelayanan dan pendidik, untuk peran pengelola pelayanan keperawatan dan peneliti mereka tidak mempunyai kewenangan. Ketiga, tenaga keperawatan yang dianggap profesional dan dapat melaksanakan peran sebagai pelaksana, pengelola, pendidik dan peneliti di tatanan pelayanan keperawatan adalah perawat yang berlatar belakang pendidikan Strata-1 Keperawatan (Sarjana Keperawatan). Namun suatu kontradiksi di lapangan saat ini bahwa tenaga perawat berlatar belakang pendidikan Strata-1 Keperawatan yang diharapkan dapat membenahi pelayanan keperawatan hanya 5,5 % yang memilih bekerja di institusi pelayanan keperawatan dan paling banyak dari mereka berada di institusi pendidikan (70,5 %). Alasan klasik yang selalu diungkapkan oleh para lulusan yang non Pegawai Negeri Sipil, bahwa bekerja di institusi pelayanan keperawatan terutama yang milik pemerintah gaji/insentif sangat tidak manusiawi dan tidak memadai.
Tanpa mengenyampingkan atau menyalahkan pilihan yang telah dijatuhkan oleh para perawat lulusan Strata-1 Keperawatan dalam memilih area tugas, karena ini sangat mempunyai korelasi dengan Human Need Hirarchi, namun ada hal yang sangat mengusik kita dan perlu dipertanyakan adalah bagaimana Plausible Futures pelayanan keperawatan dan bagaimana pula Normative Futures dari pemerintah terhadap pelayanan keperawatan yang notabene merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan di tatanan pelayanan milik pemerintah dalam menghadapi era kesejagatan dan pemberlakuan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen seperti yang telah diuraikan diatas?, atau haruskan profesi keperawatan sebagai ujung tombak pelayanan keperawatan yang 24 jam selalu kontak dengan pasien di tatanan pelayanan kesehatan harus dibiarkan berjalan ditempat dan menjadi bulan-bulanan ketidak puasan konsumen atau tergilas oleh hiruk pikuknya gaung era kesejagatan?
Ada sebuah pemikiran yang mungkin menjadi solusi dalam penyelesaian masalah diatas adalah dibuatnya sebuah kebijakan tentang pengangkatan perawat yang berlatar belakang pendidikan Strata -1 Keperawatan lulusan program A dan program B non Pegawai Negeri Sipil sebagai Pegawai Tidak Tetap yang akan ditempatkan pada institusi pelayanan kesehatan milik pemerintah yang dianggap strategis. Usulan solusi ini bukan hal yang mustahil untuk dilaksanakan dengan tujuan untuk pemberdayaan sumber daya manusia keperawatan profesional yang akan berkontribusi secara langsung kepada peningkatan mutu dan profesionalisme pelayanan keperawatan dan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat pengguna jasa sesuai dengan standar dan harapan. Namun usulan ini bila hanya ditinjau dari aspek keuangan negara yang lagi morat-marit mungkin para elit dan sebagian orang hanya menganggap sebagai usulan solusi yang tidak proporsional.
Pada dasarnya ada beberapa dampak secara positif dan negatif apabila pemberlakuan kebijakan sebagai Pegawai Tidak Tetap bagi perawat dengan latar belakang pendidikan Strata-1 Keperawatan di pelayanan keperawatan, antara lain:
1. Dampak Secara Positif:
a. Akan terjadi pergeseran dalam pola pelayanan keperawatan, dari yang bersifat intuition technical oriented menjadi pelayanan keperawatan yang bersifat holistic dan unik kepada sistem klien, yaitu individu, keluarga, kelompok khusus dan komunitas dalam tiap tahap tumbuh kembang sepanjang siklus kehidupan dengan pendekatan Nursing Process.
b. Sebagai Change Agent yang akan mentrasformasi ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan dari perawat yang berlatar belakang pendidikan Strata-1 Keperawatan kepada perawat yang berlatar belakang pendidikan D-III keperawatan kebawah di tatanan pelayanan keperawatan milik pemerintah.
c. Terciptanya sistem pengelolaan manajemen pelayanan keperawatan yang dapat dipertanggung jawabkan dan terarah, meliputi tahap-tahap data gathering, planning, organizing, leading dan controlling.
d. Memungkinkan pengembangan ilmu dan teknologi keperawatan secara berkesinambungan melalui pendekatan Nursing Research.
e. Terciptanya proses kemitraan yang sebenarnya antara profesi keperawatan dengan prosesi-profesi kesehatan lain yang akan berdampak kepada kesamaan sikap dan persepsi terhadap upaya peningkatan mutu dan profesionalisme pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
f. Terjadi pergeseran pandangan dan penilaian masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, khususnya pelayanan keperawatan yang bermutu dan profesional adalah adanya rasa puas dan terpenuhinya harapan baik secara psikologis, fisik maupun finansial terhadap produk jasa pelayanan yang mereka terima.
g. Masyarakat akan terhindar dari kehilangan hak-hak secara universal akibat dari sistem pelayanan keperawatan yang diberikan tidak sesuai dengan standar terkait dengan sumber daya manusia keperawatan yang tidak bermutu dan profesional.
h. Adanya penghargaan kemampuan intelektual kepada perawat yang berlatar belakang pendidikan Strata-1 Keperawatan dalam bertugas sebagai unsur aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat.
i. Akan terjadi pemerataan penyebaran sumber daya keperawatan yang berlatar belakang pendidikan Strata-1 Keperawatan di Institusi pelayanan kesehatan strategis milik pemerintah di seluruh wilayah Republik Indonesia, yang bertujuan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan kesehatan bagi masyarakat.
j. Bertambahnya pengetahuan klinik yang dapat diaplikasikan kepada peserta didik secara nyata di institusi pendidikan setelah paska PTT, bila yang bersangkutan ingin memilih area kerja di institusi pendidikan tinggi keperawatan.
2. Dampak Secara Negatif:
a. Bertambahnya beban pembiayaan pemerintah dalam pemberdayaan sumber daya manusia keperawatan yang berlatar belakang pendidikan Strata-1 Keperawatan sebagai Pegawai Tidak Tetap.
b. Adanya asumsi bahwa kebijakan yang sudah ada apabila diubah akan lebih banyak memberikan kerugian dibandingkan dengan keuntungan.
c. Timbulnya kecemburuan sosial antara sesama perawat yang berbeda latar belakang pendidikan, maupun kecemburuan sosial dari profesi lain dalam kesehatan.
d. Adanya pengaruh variabel individu, psikologis dan organisasi yang dapat mempengaruhi perilaku kerja sehingga tidak sesuai dengan harapan.
e. Ketidaksiapan organisasi profesi dalam hal ini Persatuan Perawat Nasional Indonesia, dalam mengantisipasi berbagai isue strategis dan perubahan global yang terkait dengan pengembangan, pemberdayaan dan pengawasan terhadap anggotanya.
f. Dapat mengaburkan peran dan fungsi dari masing-masing kualifikasi sumber daya manusia keperawatan, bila tidak ada kebijakan operasional terkait dengan Job Descripsion dan metode penilaian kinerja dari masing-masing kualifikasi sumber daya keperawatan yang bekerja ditatanan pelayanan keperawatan.
C. PENUTUP.
Pembahasan dan solusi yang ditawarkan diatas, pada prinsipnya merupakan suatu tanggung jawab moral seorang anak bangsa dalam melihat dengan sudut pandang tersendiri sebagai seorang perawat terhadap situasi sekarang dan masa depan pelayanan keperawatan di negeri ini yang dapat atau mungkin terjadi jika tidak dilakukan intervensi dengan kebijakan baru untuk mengubah problematis yang sedang berlangsung dalam menghadapi berbagai tekanan yang bersifat internal maupun eksternal.
Dengan melihat fakta dan data diatas, mungkin ada baiknya berbagai kebijakan trategis atau operasional dari pemerintah tentang pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan, khususnya sumber daya manusia keperawatan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan bagi masyarakat Indonesia seoptimal mungkin secara adil dan merata, perlu dikaji ulang. Karena pada kehidupan demokratisasi seperti saat ini adalah hak setiap orang atau pelaku pengembang kebijakan untuk mengetengahkan suatu fenomena sosial yang sudah dan akan terjadi dimasyarakat untuk dikembangkan menjadi kebijakan publik, dan diyakini bahwa kebijakan tersebut dikembangkan atas nama dan untuk kemaslahatan masyarakat banyak.
Oleh sebab itu sangat diharapkan adanya kearifan dan ketegasan penguasa sebagai pembuat kebijakan untuk menentukan kondisi kedepan dalam pemberdayaan sumber daya manusia keperawatan dengan latar belakang pendidikan Strata-1 Keperawatan yang baru lulus, agar diangkat menjadi Pegawai Tidak Tetap pada institusi-institusi pelayanan kesehatan strategis. Dengan harapan kontribusi mereka terhadap upaya profesionalisasi dan peningkatan mutu pelayanan keperawatan akan berdampak kepada pelayanan kesehatan yang diterima oleh masyarakat sebagai pengguna jasa lebih bermutu, dapat dipertanggung jawabkan dan terjangkau.
|
DAFTAR PUSTAKA.
…………….., (1992), Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, Departemen Kesesehatan Republik Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika.
…………….., (1999), Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Jakarta : Harvarindo.
Depkes,(2003),Indikator Indonesia Sehat 2010,Jakarta
………….,(2006),Pengembangan Promkes di Daerah,Jakarta
Kozier, B., Erb, G., & Blais, K., (1995), Fundamentals of Nursing,Concepts, Process, and Practice, fifth Edition, California: Addison-Wesley Publishing Company, Inc.
Notoatmojo.S, (2005),Promosi Kesehatan: Teori dan Aplikasi,Jakarta :P.T Rineka Cipta
Rustina, Y., (1999), Distribusi dan Utilisasi Lulusan: Suatu Survey, Jurnal Keperawatan Indonesia, volume II, Nomor 6, Jakarta: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Wibawa, S., (1994), Kebijakan Publik; Proses dan Analisis, Jakarta: Inter Media.
….maupun kecemburuan sosial dari profesi lain dalam kesehatan….
1. Profesi yg mana ? dokter, bidan,SKM,atau fisioterapist…?
2. Apa kompetensi dari sarjana keperawatan itu ?
3. Apa saja SKILL dari sarjana keperawatan itu sehingga perlu diberlakukan PTT ?
4. Sebelum ditugaskan sbg PTT, maka para sarjana keperawatan itu perlu di uji skill dan kompetensi-nya terlebih dulu, karena mereka cuma bisa berteori ?
Skep mau di-PTT-kan ?
Yang perlu digarisbawahi adalah bahwa perawat itu tidak penting degree-nya tinggi yg penting ketrampilan klinik-nya yg tinggi, di luarnegeri perawat yg degree-nya tinggi tapi skillnya kurang mereka tidak bisa meraih sertifikat lisensi sbg RGN, sedangkan nursing assistent yg skillnya tinggi justru yg paling banyak meraih RGN
makasih ya mas udah ngasih ilmu!!!!
tp aku harap msh bnyak lagi promkes2 yang laen coz ini buat tugas q di kampus!!!!1
q akper sutopo surabaya politeknik kesehatan surabaya