Pelayanan Kesehatan Jiwa Komunitas Di Indonesia

PENDAHULUAN
VISI dan MISI negara Indonesia jangka panjang adalah terwujudnya negara kebangsaan Indonesia modren yang aman dan damai, adil dan demokratis, serta sejahtera, dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, kemerdekaan dan persatuan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Negara berkewajiban melindungi segenap warga negara tanpa membedakan paham, asal-usul, golongan dan gender.

Untuk mewujudkan VISI dan MISI tersebut maka dijabarkan dan dirinci ke dalam bentuk Program Pembangunan Nasional 2004-2009 dalam Agenda dan Program. Kesehatan terkelompok pada Agenda dan Program Ekonomi dan Kesejahteraan, pada butir e: Peningkatan akses rakyat terhadap layanan kesehatan yang lebih berkualitas. Program dan Kebijakan yang akan diambil menyangkut:
1. Meningkatkan jumlah jaringan dan kualitas pusat kesehatan masyarakat.
2. Meningkatkan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia tenaga medis.
3. Mengembangkan sistem jaminan kesehatan terutama bagi rakyat miskin.
4. Meningkatkan sosialisasi kesehatan lingkungan dan pola hidup sehat.
5. Meningkatkan pendidikan kesehatan kepada masyarakat yang dimulai sejak usia kanak-kanak.
6. Meningkatkan pemerataan dan kualitas fasilitas kesehatan dasar.

Indikator untuk menilai keberhasilan Agenda dan Program Pembangunan Kesehatan adalah meningkatnya akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang antara lain ditandai oleh meningkatnya Angka Harapan Hidup (AHH), menurunnya tingkat kematian bayi dan kematian ibu melahirkan (AKB dan AKI). Meningkatnya kesejahteraan dan kualitas masyarakat Indonesia yang ditandai oleh membaiknya Indeks Pembangunan Manusia (IPM, HDI-Human Development Index).

Kesehatan Jiwa merupakan bagian integral dari kesehatan. Organisasi Kesehatan Dunia mendefinisikan bahwa kesehatan adalah a state of complete physical, mental and social-being and not merely the abscence of disease or infirnity. Hal ini juga sejalan dengan Undang-Undang Dasar 1945 (Amandemen) yang menyatakan bahwa kesehatan adalah hak asasi manusia. Pada Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, menjelaskan bahwa kesehatan jiwa termasuk upaya kesehatan.

SITUASI KESEHATAN JIWA DI INDONESIA

•Dari Survei Kesehatan Mental Rumah Tangga (SKMRT) tahun 1995, didapat bahwa 185 dari 1.000 anggota rumah tangga mempunyai gejala gangguan jiwa.
•Suvei Kesehatan Rumah Tangga 1995, angka gangguan mental emosional penduduk usia > 15 tahun adalah 140 per 1.000 anggota rumah tangga (art). Anak usia 65 tahun) 4,53%. Pola usia penduduk semakin lanjut dengan angka harapan hidup 66,2 tahun . Hal ini memerlukan penyediaan sarana pelayanan yang baik termasuk pelayanan kesehatan mental.

Perkembangan dunia saat ini, berbagai masalah terkait dengan kualitas hidup meningkatkan berbagai permasalahan kehidupan baik terkait penyakit (bergeser ke masalah degeneratif dan penyakit yang berhubungan dengan perilaku) masalah bunuh diri, penyimpangan perilaku sosial (abuse behaviour), kriminalitas, yang semuanya terkait secara mendasar dengan masalah kesehatan jiwa. Sebanyak 20% dari jumlah penduduk merokok setiap hari dan lebih separuhnya merokok sampai 12 batang sehari (Profil Kesehatan, 2003).

Penggunaan NAPZA suntik (IDU, injecting drug user) meningkat dari 22,2% dari antara seluruh pengguna Napza pada tahun 2001 menajdi 46,9% pada tahun 2002 dan meningkat lagi menjadi 61,8% pada tahun 2003. Penularan HIV/AIDS meningkat melalui jarum suntik pada berkisar 33,01% pada tahun 2004 dari sebelumnya 0,65% pada tahun 1995.

Pada saat ini di Indonesia terdapat tiga juta orang yang menderita penyalagunaan dan ketergantungan zat sedangkan yang meninggal karena overdosis sejumlah 15.000 orang setahun. Angka bunuh diri 1,8 per 100.000, sedangkan percobaan bunuh diri 20 kali dari jumlah bunuh diri.

KEADAAN KESEHATAN JIWA GLOBAL (The World Health Report 2001)

Diperhitungkan persentase Gangguan Mental dan Perilaku 12% dari global burden disease sementara anggaran belanja bagi kesehatan di banyak negara kurang dari 1% dari total pengeluaran. Gangguan jiwa dan perilaku dialami oleh lebih dari 25% dari seluruh populasi pada suatu waktu dari hidupnya, yang berakibat pada ekonomi dan kualitas hidupnya serta keluarga. Kira-kira 20% dari seluruh pasien yang berobat di Puskesmas menderita satu atau lebih gangguan jiwa. Dari empat keluarga mempunyai sekurang-kurangnya satu anggota keluarga dengan gangguan jiwa atau perilaku.

Beban akibat gangguan jiwa yang bersifat kronik dan ketidakmampuan yang diakibatkannya dihitung dengan indikator DALY (Disability Adjusted Life Year atau hilangnya waktu produktif dalam setahun) pada tahun 1995 adalah 8,1% lebih tinggi daripada dampak yang diakibatkan penyakit TBC (7,2%), kanker 5,8%, penyakit jantung (4,4%), maupun malaria (2,6%).

Angka tersebut pada tahun 2000 menjadi 12,3% dan diproyeksikan menjadi 15% pada tahun 2020. Ketidakmampuan yang terjadi disebabkan oleh depresi, cemas, gangguan Penyalahgunaan Zat atau Napza, skizofrenia, epilepsi, penyakit Alzheimer, retardasi mental, gangguna jiwa pada masaanak dan remaja.

DAMPAK SECARA EKONOMI

Gangguan jiwa jelas memerlukan biaya. Pasien sendiri dan anggota keluarga atau orang yang bertanggungjawab/penyantun juga akan kurang produktivitasnya baik di rumah maupun tempat kerjanya. Kehilangan mata pencaharian ditambah dengan biaya untuk pengobatannya sendiri mengakibatkan masalah keuangan yang serius, menjadikannya miskin atau bertambah miskin.

PENYAKIT PENYERTA

Gangguan jiwa juga terjadi sebagai akibat penyakit kronis seperti pada kanker, penyakit jantung, diabetes, HIV/AIDS dan lain-lain. Pada banyak penelitian menunjukkan bahwa penderita yang tidak diobati gangguan jiwanya mempunyai risiko yang lebih tinggi akan berperilaku yang buruk, tidak rutin berobat, fungsi kekebalan tubuhnya yang menurun sehingga mudah untuk mendapat penyakit lain. Penderita depresi tiga kali lebih sering tidak taat dengan pengobatan dibandingkan pasien tanpa depresi.

STIGMA DAN DISKRIMINASI

Penderitaan, ketidak mampuan, kehilangan nafkah merupakan hal yang mengikuti sepanjang masih adanya stigma. Banyak orang dengan gangguan jiwa merupakan korban dari keadaan sakitnya dan merupakan sasaran diskriminasi yang tidak wajar.

HARAPAN BARU MELALUI PENGOBATAN

Pengertian tentang gangguan jiwa dan pengobatan maju dengan pesat. Diketahui bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh banyak faktor dan mempunyai penyebab secara fisik di otak. Juga diketahui bahwa pada kebanyakan kasus dapat diobati secara efektif. Dengan pengobatan yang tepat gejala dapat dikendalikan dengan efektif pada 70% kasus depresi, skizofrenia dan epilepsi, dan dengan pengobatan yang terus menerus dapat menurunkan angka kekambuhan.

Jika gangguan jiwa diobati secara efektif dan adanya penghormatan akan hak-hak asasi, keuntungan sekunder diperoleh tidak hanya bagi individu tetapi juga bagi anggota keluarga dan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari:
• Berkurangnya Napza suntik mengurangi risiko HIV/AIDS
• Pengobatan ansietas dan depresi pada pasien diabetes mengakibatkan perbaikan diabetesnya
• Pengobatan bagi ibu dengan depresi menurunkan gangguan jiwa atau gangguan perilaku pada anaknya

Pelayanan Kesehatan Jiwa merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan sehingga atas pencanangan Paradigma Sehat sebagai cara pandang baru dalam pembangunan kesehatan maka Pelayanan Kesehatan Jiwa turut didalamnya. Upaya kesehatan jiwa yang dilakukan lebih mengutamakan upaya-upaya preventif dan promotif yang proaktif tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif.

PERAN DAN FUNGSI PERAWAT KESEHATAN JIWA MASYARAKAT

Pada tahun 2003, proporsi tenaga perawat dari seluruh tenaga kesehatan adalah 32,83%, dan 2,13% adalah sarjana keperawatan. Rasio per 100.000 penduduk adalah 29,96 orang. Dari jumlah tersebut 70,29% (78.429 perawat dan bidan) bekerja di Puskesmas dan 18,47% (20.613 orang) bekerja di rumah sakit.

Gambaran Sistem pelayanan kesehatan jiwa yang kita kenal saat ini adalah:
1.Terintegrasi di pelayanan kesehatan umum:
a. Puskesmas
b. Rumah sakit umum
2.Pelayanan kesehatan jiwa berbasis masyarakat
a. Formal
b. Informal
3.Pelayanan kesehatan jiwa institusional
a. Rumah sakit jiwa
b. Sarana pelayanan institusi spesialitik

REORGANISASI RSJ

1. Perubahan dari perawatan jangka panjang  ke perawatan jangka pendek
2. De-institusionalisasi merupakan suatu proses yang direncanakan
3. Harus diikuti oleh pengembangan pelayanan alternatif bersumber daya masyarakat
4. Dilakukan secara bertahap
5. Diperlukan komitmen yang kuat dari perencana pelayanan
6.Dapat berhasil walaupun sumber daya terbatas

ISU KUNCI

1.Pelayanan berdasarkan bukti (evidence base)
2.Model perawatan berkesinambungan bertujuan utama membantu mengatasi kebutuhan secara keseluruhan
3.Jalur yang sudah terbentuk untuk memperoleh perawatan dan terapi dpt menciptakan hambatan untuk mengakses pelayanan dan secara potensial akan berhasil buruk
4.Perbedaan geografi perlu diperhatikan
5.Kadang-kadang pengorganisasian pelayanan tidak memperhatikan kebutuhan penderita gangguan jiwa
6.Model pelayanan yang diberikan berdasarkan kebutuhan, dapat dilaksanakan dengan efektif
7.Kerja sama LP dan LS penting untuk mengatasi kebutuhan penderita gangguan jiwa yang kompleks

KESIMPULAN

1.Reorganisasi pelayanan adalah PERLU dan MUNGKIN dilakukan
2.Kekurangan Sumber Daya untuk pelayanan Keswa perlu mendapat perhatian yang mendesak
3.Sumber daya yang ada perlu dimanfaatkan secara bijaksana agar mendapatkan hasil yang maksimal
4.Pasien dan keluarganya perlu dilibatkan dalam perencanaan dan pemberian pelayanan

SUMBER : Dr. G. Pandu Setiawan, SpKJ, disampaikan pada
KONAS I KEP.JIWA,YOGYAKARTA, 2005.

0 thoughts on “Pelayanan Kesehatan Jiwa Komunitas Di Indonesia

  1. bagi2 donk ilmu yang ada didapatkan..harus yang terbaru dan berkualitas untuk membangun kesehatan jiwa dalam negeri….
    thanks sebelumnya…!!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *