S.M. Amin Nasution, Gubernur Sumatera Utara Pertama, Putra Kelahiran Aceh
Pada Hari Pahlawan tahun 2020, sebanyak enam tokoh digelari pahlawan nasional oleh Presiden RI Joko Widodo. Salah satu yang dianugerahi gelar tersebut ialah Sutan Mohammad Amin Nasution.
Lahir di Lhoknga, Aceh Besar, Aceh, pada 22 Februari 1904, Krueng Raba Nasution merupakan nama kecil Amin Nasution kala itu. Ia lahir sebagai anak kelima dari enam bersaudara dari pasangan Muhammad Taif, pria etnis Aceh dan Siti Madinah, wanita etnis Batak Mandailing.
Semasa hidup, Amin Nasution dikenal sebagai sebagai seorang pengacara dan politikus Aceh-Mandailing. Setelah kemerdekaan Indonesia, ia terlibat dalam gerakan kemerdekaan, terutama menjabat sebagai kepala provinsi Sumatera Utara, meskipun dengan nama yang berbeda. Ia juga menjabat sebagai Gubernur Riau pertama.
Tokoh Sumpah Pemuda Pengubah Semangat Kedaerahan
Amin Nasution sempat berpindah-pindah sekolah sewaktu kecil. Awalnya ia bersekolah di Europeesche Lagere School (ELS, Sekolah Dasar Eropa) di Sabang pada 1912, lalu tiga tahun kemudian pindah ke ELS di Solok, ELS di Sibolga dan ELS di Tanjung Pinang. Dalam tempo enam tahun akhirnya ia lulus ke jenjang berikutnya.
Pada 1921, Nasution bersekolah di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO, Sekolah Menengah Pertama). Prestasi akademisnya di sekolah menengah tersebut membuatnya diterima sebagai siswa di Algemeene Middelbare School (AMS, Sekolah Menengah Atas) di Yogyakarta. Selama di AMS, ia dikenalkan dengan ideologi nasionalis oleh temannya Mohammad Yamin.
Lulus dari AMS dengan nilai bagus pada pertengahan 1927, Rechtschoogeschool (Sekolah Tinggi Hukum) di Batavia lantas menjadi tujuan Amin Nasution berikutnya. Selama masa studinya di Rechtschoogeschool, ia menjadi salah satu pendiri organisasi Pemuda Indonesia. Organisasi tersebut kemudian menggelar Kongres Pemuda Kedua di daerah Kramat.
Sebagaimana kita tahu, Kongres Pemuda menjadi wadah tempat berkumpulnya organisasi pemuda kedaerahan seperti Jong Sumatra Bond, Jong Java, Jong Ambon, Jong Batak, Jong Minahasa dan sebagainya. Pada momentum inilah Amin Nasution mencoba memperjuangkan mengubah etnonasionalisme (semangat kedaerahan) menjadi nasionalisme.
Berkarier sebagai Pengacara Usai Tolak Jadi PNS Pemerintah Kolonial
Setelah lulus dari RMS, akhirnya Amin Nasution memperoleh gelar Meester in de Rechten (Mr. Magister Hukum). Pada 1934, ia memulai kariernya sebagai pengacara di Kutaraja, Aceh.
Sebelumnya, Amin Nasution menentang permintaan sang ayah terkait kariernya. Ayahnya menginginkan Nasution bekerja sebagai pegawai negeri sipil di pemerintah Hindia Belanda.
Sekitar tujuh tahun setelah kariernya dimulai, pasukan Jepang kemudian menduduki Aceh. Selama pendudukan Jepang, Amin Nasution bekerja sebagai hakim di Sigli. Setahun setelah diangkat sebagai hakim, ia dimutasi sebagai direktur Sekolah Menengah Atas Kutaraja dan sempat menjadi guru di sana.
Selain bergelut di dunia hukum dan pengajaran, Amin Nasution juga produktif dalam menulis buku. Ia menggunakan nama pena Krueng Raba Nasution dalam penulisan bukunya. Buku yang ia tulis kebanyakan adalah buku pedoman hukum, politik dan pemerintahan di mana karyanya itu menjadi rujukan perguruan tinggi di dalam dan luar negeri salah satunya tentu di negeri kincir angin, Belanda.
Setelah Jepang menyerah pada 15 Agustus 1945, kemerdekaan Indonesia pun diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Pemerintah Indonesia dengan cepat membentuk provinsi dan mengangkat gubernur untuk provinsi. Provinsi Sumatra yang terdiri dari Karesidenan Sumatra Utara, Sumatra Tengah, dan Sumatra Selatan dibentuk, dan Teuku Mohammad Hasan dilantik sebagai gubernur provinsi pada 29 September 1945.
Sumatera Utara kala itu terdiri dari Aceh, Tapanuli, dan Karesidenan Sumatera Timur. Hasan lalu menunjuk Amin Nasution sebagai sebagai Gubernur Muda Sumatera Utara di mana ia dilantik pada 14 April 1947. Pelantikannya bertempat di Gedung Divisi Gajah II Siantar, dan dihadiri oleh Teuku Muhammad Daud Syah, Residen Aceh, Ferdinand Lumbantobing, Residen Sumatra Utara, dan Abubakar Jaar, Residen Sumatera Timur.
Pada awalnya diputuskan bahwa ibu kota karesidenan Sumatra Utara adalah Medan. Namun, karena pendudukan Medan oleh tentara Belanda, diputuskan lokasi pelantikan Nasution, Siantar, sebagai ibu kota karesidenan. Beberapa waktu kemudian, Siantar diduduki oleh tentara Belanda, sehingga pemerintah kabupaten memutuskan untuk memindahkan ibu kota ke Kutaraja, Aceh.
https://www.goodnewsfromindonesia.id/2020/12/27/s-m-amin-nasution-pemimpin-sumatra-utara-pengubah-etnonasionalisme-jadi-nasionalisme/amp