SEJARAH KOPI SANGER DAN SAYA
Sebelum kita cerita masalah kopi Sanger dan Saya, berikut saya kutip penggalan puisi yang sering dibacakan oleh Bang Fikar W.Eda
Ada Kopi Ada Cerita
Lain Kopi Lain Cerita
Tak Ada Kopi Tak Usah Banyak Cerita
Ayo Ngopi Kita Bercerita
Masyarakat Aceh tidak dapat dipisahkan dari kopi. Kopi pun otomatis menjadi suguhan pertama jika bertamu ke rumah penduduk. Budaya tersebut pun diwariskan secara turun temurun. Namun saat ini terjadi sedikit pergeseran, tamu atau kawan diajak ngopi di warung kopi atau Cafee.
Sebab itu, kedai kopi akan banyak kita temui di berbagai pelosok negeri berjuluk Serambi Mekkah ini. Baik siang maupun malam, berbagai lapisan masyarakat di Aceh mengisi kedai-kedai kopi untuk bersantai minum kopi.
Salah satu kopi yang sangat terkenal di Aceh adalah kopi SANGER. Sanger adalah minuman khas Aceh yang sekilas terlihat seperti kopi susu pada umumnya. Namun resep dan komposisi dari susu kental manis, kopi, dan gula pasir pada minuman tradisional Aceh ini dipercaya sangat berbeda dan presisi sehingga menhadirkan cita rasa sedap yang khas.
Meskipun warnanya sama, sanger berbeda dengan kopi susu biasanya. Bedanya minuman ini memiliki komposisi 3 banding 1 antara kopi dan susu.
Darimana awal mula sejarah kopi sanger? Berikut ceritanya….
Saya alumnus SMPN 1 Matangglumpang Dua leting 91, lalu masuk SMAN Peusangan. Pada tahun 1994 , saya lulus SMAN Peusangan, sekarang SMAN 2 Matangglumpang Dua. Saat itu saya bimbang mau masuk ke Perguruan Tinggi mana. Di Semester lima , saya ditawarkan untuk ikut program bebas tes masuk perguruan tinggi ke Universitas Diponegoro Semarang. Sebenarnya saya pengennya ke Unsyiah saja, tapi semua guru merekomendasikan saya ke Undip Semarang, dengan alasan karena saya memiliki nilai rapor yang bagus , selalu rangking 1 sejak kelas satu, jadi peluang untuk diterima lebih terbuka lebar. Saya terima saran dan rekomendasi para guru, namun saya harus diskusikan dulu dengan orang tua saya. Selanjutnya saya sampaikan kepada orang tua saya tentang rekomendasi guru yang menganjurkan saya ikut jalur bebas tes masuk ke Undip Semarang dan orang tua saya setuju. Esoknya segera saya sampaikan ke guru yang bertanggung jawab terhadap program tersebut di sekolah. Saya disodorkan formulir untuk diisikan dan lengkapi syarat-syarat serta dokumen yang dibutuhkan. Setelah dilengkapi semua, pihak sekolah mengirimkan berkas dokumen tersebut ke Undip Semarang.
Seiring berjalannya waktu, saya sudah semester enam, semester terakhir, dan informasi yang saya terima bahwa saya diterima di Undip Semarang jurusan Tehnik Sipil.
Namun saat menjelang ujian Nasional atau EBTANAS, kabar tidak mengenakkan terjadi. Orangtua saya merasa tidak mampu dan tidak mungkin saya kuliah ke Undip Semarang. Pertama, dari segi ekonomi, kami tergolong keluarga miskin, kurang mampu, takutnya tidak ada biaya, bisa-bisa saya putus kuliah ditengah jalan. Yang kedua adalah ongkos atau biaya perjalanan ke sana, dan kebutuhan lain-lain nanti di Semarang dan juga siapa yang akan mengantar ke Samarang, gimana nanti sampai disana, kita tidak ada saudara disana. Orang tua saya tidak sanggup pikirkan hal-hal tersebut. Apalagi orang tua saya adalah orang kampung yang tingkat pendidikannya tidak tamat SD, tidak pernah kemana-mana, sehingga merasa sangat susah kalau harus ke pulau Jawa yang belum pernah kesana, mungkin jangan kan didunia nyata, dalam mimpi saja belum pernah terbersit.
Pada suatu malam, orang tua saya memanggil saya dan dengan berat hati orang tua saya menyampaikan hal tersebut. Saya sangat terpukul, kecewa, kesal, marah bercampur aduk menggelegak dalam otak saya…namun setelah saya pikir-pikir apa yang disampaikan orang tua saya tidak terbantahkan. Dan saya menerima dengan ikhlas hati. Saya gagal kuliah di Undip Semarang.
Karena saya merasa tidak enak dan segan dengan guru saya, saya minta orang tua saya ke sekolah untuk menyampaikan bahwa saya tidak jadi ke Undip Semarang. Jawaban guru yg bertanggung jawab terhadap program tersebut sangat mengejutkan orang tua saya. Katanya untuk membatalkan saya kuliah ke Undip Semarang harus dibuatkan surat keterangan meninggal kalau tidak, tahun depan pihak Undip Semarang tidak akan mengirimkan lagi undangan ke sekolah saya, jadi adik-adik leting yang merasakan dampaknya. Saya tidak tahu lagi apakah pihak sekolah jadi membuat surat keterangan meninggal tersebut.
Setelah lulus SMAN Peusangan, saya ikut tes masuk di Akper (Akademi Keperawatan) Depkes RI Banda Aceh/Poltekkes Kemenkes RI, saat itu bernama PAM-K (Pendidikan Ahli Madya Keperawatan) Depkes RI Banda Aceh, yang kampusnya ada di Lampriek, bersebelahan dengan RSUZA dan didepan Masjid Al Makmur Lampriek, sekarang Masjid Oman Lampriek. Alhamdulillah saya dinyatakan lulus utama.
Sebenarnya saya tidak suka kuliah disitu, sejak masuk kelas 1 SMA saya bercita-cita kuliah di jurusan tehnik sipil, cuma orang tua saya dan juga dukungan guru-guru yang ada di kampung saya yang selalu mendorong dan menganjurkan saya ikut tes di Akper Depkes RI Banda Aceh. Sebelumnya saya pun tidak pernah dengar dan tahu tentang sekolah perawat tersebut, ditambah lagi ada imej bahwa sekolah perawat adalah sekolah “awak Inong”.
Selain di Akper, saya juga ikut tes di Politeknik Negeri Lhokseumawe, saya ambil jurusan tehnik Telkom dan dinyatakan lulus. Pengumuman kelulusan hampir berbarengan antara Akper/PAM-K dan politeknik. Namun pendaftaran ulang lebih duluan Akper, karena desakan orang tua akhirnya saya daftar ulang di Akper/PAM-K.
Alhamdulillah biaya kuliah di PAM-K sangat murah, setelah bayar biaya pendaftaran ulang selanjutnya tidak ada uang lain-lain. Biaya asrama gratis, biaya makan gratis, biaya listrik gratis, semua gratis….
Tahun pertama kuliah, saya ngekos di Lampoh U Darussalam. Saat itu masih ada Abang leting yang belum keluar asrama menunggu wisuda, sehingga tidak cukup kamar, jadi kami adik leting atau mahasiswa baru lokal saya belum bisa menempati asrama, satu lokal lagi sudah bisa masuk asrama. Tahun kedua ( tahun ajaran 1995/1996) baru saya pindah ke asrama karena memang semua mahasiswa Akper Depkes RI Banda Aceh wajib tinggal di asrama.
Tahun 1998 terjadi krisis moneter, dan kembali terjadi pelemahan rupiah pada akhir tahun 2005. Boediono menjadi Menkeu pada Desember 2005, menggantikan Aburizal Bakrie.
Saat itu kami sering ngopi di warung kopi Bang Aiyub, yang terletak di persimpangan sp.4 lampu merah sekarang, tepatnya di tugu Taman Ratu Safiatuddin. Sebelum digusur dibangun tugu tersebut, disitu dulu ada kedai kopi ( kedai kopi Bang Aiyub dan kedai kopi Bang Min) warung nasi, ada mie Aceh yang cukup melegenda “Mie O’Hara”, toko Fotokopi Bang Adek, dan beberapa rumah tinggal. Saban hari, anak-anak Akper nongkrong disitu minum kopi, makan gorengan, nasi goreng, nasi guri, ada juga yg ngerokok (yg jual rokok Bang Husaini, mantan atlit Anggar Acehπ ).
Leting kami sering bahkan setiap hari ngopi di kedai kopi bang Aiyub. Bang Aiyub adalah warga Teupin Raya, Pidie yang mengadu nasib di kota Banda Aceh.Kami sudah sangat dekat dan familiar dengan bg Aiyub, karena memang Bang Aiyub orangnya sangat baik, ramah, murah senyum dan suka gabung dengan kami cerita-cerita bersama kami. Terakhir kali ada info bahwa Bang Aiyub alih profesi jadi Tukang Ojek.
Seperti hari-hari yang lain, kami lagi nongkrong di warung Bang Aiyub, lalu datang kawan saya pesan kopi di warung Bang Ayub tersebut. Sebut saja nama kawan saya tersebut adalah Agam.
Terjadilah percakapan antara Agam dan Bang Aiyub dan kami sebagai audience.
Agam : “Bang Aiyub boeh kupi saboh..”
Bang Aiyub: get (sambil tersenyum)
Agam : ” Oya…bang Aiyub neuboh susu bacut theh…hehe” (Agam sambil makan sepotong kue)
Bang Aiyub : ” Kabereh nyan” Hana masalah nyan sabee keudroe-droe teuh (Bang Aiyub sumringah)
Ditaruhlah susu sedikit ke dalam gelas kopi Agam.
Agam : Beumeufomlah bang Aiyub nyou teungoh krisis moneter pue lom nyou akhe buleun, kiriman gohlom troh, kopi susu hansep peng keu pajoh kue, ka meumada kopi boh susu bacut…hahaha(sambil ketawaπ)…
Lalu kopi dihidangkan di meja dimana Agam duduk oleh seorang anak muda yang bekerja sebagai pelayan, dan sudah sangat dekat dan kenal dengan semua anak Akper.
Kopi dengan sedikit susu tersebut dihitung harga kopi saring biasa, tidak dihitung dengan harga kopi susu.
Besoknya dan beberapa hari berikutnya kejadian tersebut terulang lagi…tapi Agam tidak lagi perlu menjelaskan tentang kopi yang dipesannya… cukup dia bilang :” Bang Aiyub,,,,boeh kupi saboeh,,,sama2 ngerti beh…SANGER Bang Aiyub beh…hahaha…π
Hari-hari berikutnya sudah rame anak-anak Akper yg ikut-ikutan pesan kopi dengan sedikit susu tersebut dan Bang Aiyub sudah sangat paham….tinggal bilang SANGER Bang Aiyub beh… akhirnya istilah SANGER ini pun semakin populer dan dikenal seantero Aceh.
Demikian kisah asal mula Kopi Sanger menurut versi saya…. mungkin anda punya versi lain silahkan tulis di kolom komentar π
Foto-foto Kenangan jameun ππ
cerita yang menarik pak.
terima kasih