KETIKA IBNU BATTUTA MELAWAT SAMUDERA PASAI (Rihlah Ibnu Battuta Berkeliling Dunia)

Pada awal abad ke-14 Masehi, Ibnu Battuta seorang ulama, penjelajah, sosok musafir muslim dan seorang ahli hukum, tersohor sebagai petualang terbesar zaman pra-modern. Dalam kisah petualangannya yang mencekam dan luar biasa, ia sampai ke Samudera Pasai. Ia menulis: “Sultan Jawa (Samudera), al-Malik az-Zahir adalah penguasa yang paling hebat dan terkemuka, juga pecinta ulama. Meskipun baginda tak henti-hentinya berperang dan merayah demi agama, ia adalah seorang rendah hati, yang selalu berjalan kaki pergi ke masjid untuk shalat Jumat.

Peta perjalanan Ibnu Battuta melintasi Pasai (Nusantara) menuju Cina.

Pada hari keempat (Ibnu Battuta berada di Samudera) yaitu hari Jumat, amir Dawlasa datang kepada saya dan berkata, “Tuan dapat memberi penghormatan kepada Sultan di serambi kerajaan di masjid, sehabis shalat”. Setelah shalat, saya menemui Sultan; baginda menjabat tangan saya dan saya memberi hormat kepadanya; setelah itu baginda menyuruh saya duduk di sebelah kirinya, dan ia pun bertanya tentang Sultan Muhammad dan tentang perjalanan saya.

Muhammad bin Abdullah bin Muhammad bin Ibrahim Al-Lawati Ath-Thanji, Abu Abdullah, Ibnu Battuta, seorang pelancong, dan ahli sejarah. Lahir dan tumbuh remaja di Tangier tahun 1304 M. Pada tahun 1325 M ia meninggalkan negerinya, menuju Maroko, Mesir, Syam, Hijaz, Irak, Persia, Yaman, Bahrain, Turkistan, Transoxania, sebagian India, Cina, Pasai (Nusantara), Tartar dan Asia Tengah.

Baginda tetap berada di masjid sampai selesai shalat ashar, kemudian baginda pindah ke sebuah bilik, membuka baju yang dipakainya (yaitu jubah yang biasa dipakai oleh para ulama dan selalu dipakai Sultan setiap kali baginda datang ke masjid untuk shalat jumat), dan mengenakan jubah kebesarannya, yaitu mantel dari sutera dan katun.

Sewaktu ia meninggalkan masjid, gajah dan kuda telah menanti di pinyu gerbang. Adat kebiasaan mereka ialah kalau Sultan naik gajah, maka para pendampingnya naik kuda atau sebaliknya. Pada waktu itu baginda naik gajah, maka kami pun menunggang kuda dan pergi dengan baginda ke majelis persidangan”.

Jalur Sutera (laut dan Daratan) sebagai alur perdagangan kuno antarbangsa

Ibnu Battuta berada di Kesultanan Samudera Pasai selama dua minggu. Pada salah satu inskripsi yang ternukil pada batu nisan di kompleks pemakaman raja-raja Pasai, yang tertulis dalam bahasa Arab, dikatakan bahwa: “Kubur ini kepunyaan yang mulia Sultan Malik az-Zahir, cahaya dunia dan sinar agama Muhammad bin Malik al Shalih, yang wafat pada malam Ahad, dua belas bulan Zhulhijjah tahun 726”. Jadi, raja yang bertemu dengan Ibnu Battuta adalah Sultan Samudera yang kedua, hal ini diperkuat oleh sumber tertulis lain, seperti Hikayat Raja-Raja Pasai dan Sejarah Melayu. Makam Malik az-Zahir sendiri terdapat di sebelah makam ayahnya, Malikul Saleh, sang pendiri dinasti Samudera Pasai.

Sejarah Melayu, yang ditulis pada abad ke-16 Masehi, yang menurut tradisi ditulis oleh Tun Sri Lanang, pujangga dari kesultanan Johor, juga memberitakan tentang Sultan Malaka yang senang berdiskusi tentang agama. Sumber-sumber lain pun berkisah tentang hal yang sama dilakukan oleh Sultan di Kesultanan lainnya.

Menarik dicatat bahwa pada masa awal berdirinya Kesultanan Islam di Aceh khususnya, bahkan dunia Melayu pada umumnya, bahwa Sultan berkuasa hanya atas konsolidasi kekuasaan, tetapi juga, dan bahkan lebih penting, keterlibatan sang raja dalam pengembangan ilmu keagamaan serta penyebaran kesadaran kosmopolitanisme kutural Islam.

Dalam Rihlah Ibnu Battuta bersaksi, “Aku mendapati bahwa kerajaan Samudera Pasai adalah kerajaan Islam pertama berdiri di tanah Melayu. Ternyata, kerajaan Samudera Pasai telah mempunyai tamaddun (peradaban) dan hubungan luar negeri yang baik. Di sana aku tinggal 15 hari, kemudian melanjutkan perjalanan ke Cina.”

Samudera Pasai saat itu merupakan pos terluar yang paling akhir dari Dar-al-Islam, sekalipun kota-kota lain di selatan sepanjang pantai Sumatera telah mengembangkan pemukiman-pemukiman komersial dengan subur, tidak ada Negara muslim merdeka yang diketahui keberadaannya di manapun di sebelah timur kerajaan Samudera Pasai sebelum pertengahan abad ke-14 Masehi.

Laporan Ibnu Battuta tentang situasi kehidupan intelektual di istana Samudera Pasai, tentu tidak bisa dikesampingkan bila setiap kali membicarakan sejarah awal kehadiran Islam di Nusantara, maka patut jika hampir tidak ada karya akademis yang melupakan nama dan kesaksian Ibnu Battuta.

Ditulis oleh Teuku Malikul Mubin Aceh https://www.facebook.com/100022415676972/posts/912242229532958/

https://www.mapesaaceh.com/2021/01/makam-malik-azh-zhahir-putra-sri.html?m=1

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *