ORANG TUA PUN JUGA HARUS BELAJAR…JANGAN MALU !!!

Seorang laki-laki datang menghadap Umar bin Khaththab. Ia bermaksud mengadukan anaknya yang telah berbuat durhaka kepadanya dan melupakan hak-hak orangtua. Kemudian Umar mendatangkan anak tersebut dan memberitahukan pengaduan bapaknya. Anak itu bertanya kepada Umar bin Khaththab, “Wahai Amirul Mukminin, bukankah anak pun mempunyai hak-hak dari bapaknya?” . “Ya, tentu,” jawab Umar tegas. Anak itu bertanya lagi, “Apakah hak-hak anak itu, wahai Amirul Mukminin?”. “Memilihkan ibunya, memberikan nama yang baik, dan mengajarkan al-Qur’an kepadanya,” jawab Umar menunjukkan. Anak itu berkata mantap, “Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya ayahku belum pernah melakukan satu pun di antara semua hak itu. Ibuku adalah seorang bangsa Ethiopia dari keturunan yang beragama Majusi. Mereka menamakan aku Ju’al (kumbang kelapa), dan ayahku belum pernah mengajarkan satu huruf pun dari al-Kitab (al-Qur’an). “Umar menoleh kepada laki-laki itu, dan berkata tegas, “Engkau telah datang kepadaku mengadukan kedurhakaan anakmu. Padahal, engkau telah mendurhakainya sebelum dia mendurhakaimu. Engkau pun tidak berbuat baik kepadanya sebelum dia berbuat buruk kepadamu.” [Abdullah Nashih ‘Ulwan, Tarbiyatul Aulad fil Islam, 1/127-128]

Kisah tersebut seharusnya menjadi tamparan bagi setiap orang tua, sejauh mana peran dan perhatian dalam pendidikan anak-anaknya. Ucapan Khalifah Umar bin khattab harusnya menjadi renungan dan pembelajaran bagi sebagian orang tua khususnya para ayah yang terkadang mengklaim paling benar dan perhatian dalam urusan pendidikan anak. Kerena terkadang kedurhakaan tak musti datang dari pihak anak, tapi boleh jadi kedurhakan bisa datang dari orang tuanya.

Seringkali kita (0rang tua) berbicara tentang kenakalan anak, tapi lupa sebagai orang tua apakah kita sudah memberikan hak-hak anak-anak dalam hal pendidikan. Tanpa sengaja pun kita telah menjadi orang tua yang durhaka pada anak. Kita sering bertanya bagaimana cara mendiamkan anak-anak yang suka berteriak-teriak, berbicara kotor, tapi lupa mengoreksi diri bahwa terkadang “keburukan tersebut” dipelajari dari orang tuanya.

Kita sering menuntut anak-anak kita untuk memiliki akhlak dan nilai-nilai positif yang belum pernah kita tanamkan pada mereka, dan terkadang kita telah menanamkan banyak hal negatif pada mereka, tetapi kita menuntut mereka untuk melakukan sebaliknya, oleh karena itu kita harus mengetahui kesalahan-kesalahan dalam pendidikan yng terkadang secara tak langsung kita berinteraksi setiap hari dengan anak-anak kita agar bisa menghindari kesalahan tersebut. [Dr. Muhammad Rasyid Dimas as-Suwaidi, Siyasat Tarbawiyyah Khathi’ah]

Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Mayoritas anak menjadi rusak dengan sebab yang bersumber dari orangtua, dan tidak adanya perhatian mereka terhadap si anak, tidak adanya pendidikan tentang berbagai kewajiban agama dan sunnah-sunnahnya. Orangtua telah menyia-nyiakan anak selagi mereka masih kecil, sehingga anak tidak bisa memberi manfaat untuk dirinya sendiri dan orangtuanya ketika sudah lanjut usia. Ketika sebagian orangtua mencela anak karena kedurhakaannya, si anak menjawab, ‘Wahai ayah, engkau dahulu telah durhaka kepadaku saat aku kecil, maka aku sekarang mendurhakaimu ketika engkau telah lanjut usia. Engkau dahulu telah menyia-nyiakanku sebagai anak, maka sekarang aku pun menyia-nyiakanmu ketika engkau telah berusia lanjut’.”
[Ibnul Qoyyim al-Jauziyah, Tuhfatul Maudud hlm. 337]

Orang tua juga harus belajar bagaimana menjadi orang tua, ayah seperti Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, karena beliau adalah sosok ideal dan sempurna bagaimana menjadi orang tua terbaik, orang tua yang bukan hanya sekedar “main perintah” saja, tetapi orang tua yang mengilmui kapan harus memerintah dan kapan harus melarang anak. Orang tua pun juga harus paham bahwa tidak semua aturan, hukuman pantas untuk dipraktekkan pada anak-anak, salah satunya memahami beberapa kesalahan-kesalahan dalam mendidik anak yang terkadang dinaggap benar oleh sebagian orang tua. Dengan demikian InsyaAllah akan hadir anak yang saleh yang menjadi qurrata a’yun bagi kedua orang tuanya.

20 kesalahan-kesalahan dalam mendidik anak:

1. Memerintahkan anak tanpa menjelaskan alasan pentingnya menunaikan perintah.

2. Tidak mengubah batasan strategi yang baku dalam berinteraksi dengan anak meskipun perilakunya telah berubah.

3. Sikap orang tua yang enggan menerapkan kedisplinan kepada anak.

4. Tidak menyikapi kesalahan anak dengan kesabaran ekstra.

5. Tidak berusaha memahami berbagai faktor yang mendorong anak melakukan perilaku yang salah.

6. Sikap orang tua yang menerima persyaratan yang diajukan anak dan berlebihan dalam memberikan janji yang berulang kepada anak seperti: (saya akan kerjakan..saya akan tinggalkan..jika..)

7. Berlebihan dalam memberikan janji yang sama yang berulang-ulang, “Jika kamu melakukan ini dan itu, kami akan memberimu hadiah dengan ini dan itu”.

8. Menghukum anak dengan hukuman yang tiba-tiba atas perilakunya yang baik. (Misalnya, ketika dia berbagi makanan dengan temannya yang malang, dia dihukum karena sikapnya yang dermawan, jadi alih-alih mengucap terima kasih, dia malah dihukum).

9. Tidak menghukum perilaku salah yang muncul dari anak (kecerobohan).

10. Tidak memberikan kesan positif pada anak (seperti memberinya uang agar dapat bersedekah atas namanya (ayah atau ibu).

11. Membandingkan secara tidak proporsional dengan anak lain.

12. Kontradiktif dalam menerapkan sistem pendidikan anak.

13. Tidak memenuhi kebutuhan anak dalam memperoleh kasih sayang, cinta, dan kelembutan.

14. Tidak memperhatikan perbedaan individual dalam mendidik anak.

15. Tidak memperhatikan batasan tertentu dalam memberikan hukuman fisik ketika mendidik anak.

16. Tidak menempuh tahapan dalam berinteraksi dengan anak.

17. Meremehkan, mengejek, dan membeda-bedakan dalam mendidik anak.

18. Tidak adanya kesepakatan antara kedua orang tua dalam metode pendidikan yang seragam.

19. Tidak menyertakan anak dalam menetapkan kaidah (aturan) berperilaku.

20. Mengikuti pola pandang negatif yang salah dalam berinteraksi dengan anak.

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ اَزْوَاجِنَا وَذُرِّيّٰتِنَا قُرَّةَ اَعْيُنٍ وَّاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ اِمَامًا

“Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” [QS. al-Furqan Ayat 74]

Wa Allahu A’lam Bisshawab

REFERENSI:
[Dr. Muhammad Rasyid Dimas as-Suwaidi, Siyasat Tarbawiyyah Khathi’ah, Abdullah Nashih ‘Ulwan, Tarbiyatul Aulad fil Islam]

Dipublikasikan oleh Kuttab Media Edukasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *