Kaidan Islam Dalam Pelanggaran Syari’at

Kaidah yang kita bahas kali ini adalah sebuah kaidah yang menunjukkan betapa agungnya agama Islam, dan betapa besar perhatian Islam terhadap hak hak azasi manusia

Islam memberlakukan denda atau ganti rugi kepada setiap orang yang berbuat sesuatu yang mengakibatkan kerusakan pada hak milik orang lain meskipun perbuatan tersebut dilakukan secara tidak sengaja atau yang semisalnya. Untuk lebih jelas mari kita simak pembahasan berikut

MAKNA KAIDAH

Pelanggaran syariat yang dilakukan manusia tidak lepas dari dua kemungkinan yaitu pelanggaran yang berkaitan dengan hak-hak Allah dan pelangga ran yang berkaitan dengan hak-hak manusia

Berkenaan dengan pelanggaran terhadap hak-hak Allah jika dilakukan oleh orang yang tidak sengaja, tidak tahu, lupa atau dipaksa maka Allah memaafkannya dan tidak menganggap nya sebagai dosa. Hal ini berdasarkan sebuah do’a yang diajarkan oleh Allah kepada para hamba di dalam al Qur’an Wahai Rabb kami, jangan hukum kami jika kami lupa atau tidak sengaja. (QS. al Baqarah; 286)

Lantas Allah menjawab doa ini: sungguh hal itu telah Aku perbuat.

Juga Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang artinya; “Sesungguhnya Allah mengangkat (dosa) dari umatku apa yang mereka perbuat karena ketidak senga jaan, lupa dan dipaksakaan atas mereka

Adapun pelanggaran yang tidak di sengaja dan berkaitan dengan hak ma nusia dan menimbulkan kerusakan ke pada hak milik mereka, baik pada jiwa, harta, atau kehormatan mereka maka meskipun syariat tidak menganggapnya sebagai dosa tapi syariat tetap memberlakukan denda atau ganti rugi kepada pelakunya atas kerusakan yang terjadi itu, sebagai bentuk penjagaan dan perlindungan terhadap hak hak manusia.

DALIL KAIDAH

Di antara dalil yang mendasari kaidah ini adalah firman Allah dalam surat an-Nisa ayat 92 yang artinya:

Tidak sepatutnya seorang mukmin membunuh mukmin lainnya kecuali jika tidak sengaja dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan tidak sengaja maka wajib bagi si pembunuh untuk membebaskan budak mukmin dan diyat (denda)yang diserahkan kepada keluarga korban kecuali jika keluarga korban berso daqoh (tidak menuntut denda).

PENERAPAN KAIDAH

Jika seorang merusak suatu barang yang ia kira adalah miliknya sendiri ternyata suatu saat diketahui bahwa barang itu ternyata milik orang lain maka dia wajib menggantinya.

Jika seseorang tidak sengaja menabrak orang lain hingga yang tertabrak mengalami luka parah maka ia ber tanggung jawab atas ganti rugi luka yang dialami dan seluruh pengobat annya

Jika seseorang dipaksa untuk membunuh dan ia diancam, jika dia tidak mau membunuh maka dia yang akan dibunuh, kemudian orang terseut mau membunuh maka denda dikenakan kepada mereka berdua yang memaksa dan dipaksa

Jika binatang ternak milik seseorang merusak tanaman orang lain dan binatang itu masih dalam ke penguasaan pemiliknya yaitu pemiliknya masih bisa mengendalikannya maka si pemilik dikenakan ganti rugi kerusakan Demikian juga jika pemilik binatang ternak melepas binatangnya di malam hari kemudian merusak barang milik orang lain maka dia dikenakan ganti rugi kerusakan

Jika seseorang yang berihram untuk haji atau umrah lupa kemudian dia berburu maka dia tidak berdosa dan tidak dikenakan denda karena berburu di saat ihram adalah pelanggaran berkaitan dengan hak Allah

PENJELASAN KHUSUS SEPUTAR PEMAKSAAN

orang yang dipaksa melakukan pelanggaran syariat tidak lepas dari dua keadaan:

Keadaan yang pertama; la dipaksa dengan paksaan yang dengan itu dia sama sekali tidak punya pilihan, seperti orang yang telah bersumpah dengan nama Allah untuk tidak memasuki suatu area tertentu, kemudian dia diikat dan dilem parkan ke area tersebut maka dia tidak dianggap melanggar sumpah karena dia sama sekali tidak punya pilihan. Juga seperti seseorang yang diikat lalu dia dijadikan alat untuk menendang seseorang sampai mati maka dia tidak terkenai dosa apa-apa dan tidak juga dikenai denda karena dia sama sekali tidak punya pilihan. Demikian juga halnya dengan wanita yang diperkosa dengan cara diikat tubuhnya sehingga tidak bisa bergerak sama sekali maka dia tidak berdosa karena dia sama sekali tidak punya pilihan

Keadaan yang kedua, Orang dipaksa melakukan pelanggaran syariat namun dia masih punya pilihan untuk lari dari pelanggaran. Contoh: orang dipaksa makan daging babi jika tidak mau dia akan dipukul dan dihajar dalam hal ini dia masih bisa menolak walaupun resikonya berat yaitu dihajar dan dipukuli . Atau orang yang disuruh membunuh dan jika tidak mau dia akan dibunuh, dalam keadaan seperti ini ia juga bisa saja menolak meskipun resikonya berat yaitu nyawa dia terancam. Atau orang yang dipaksa mengucapkan kalimat kalimat kekufuran jika tidak mau dia akan dibakar hidup hidup, dia juga bisa menolak meskipun resikonya sangat berat. Untuk jenis pemaksaan seperti ini maka hukumnya dirinci menjadi dua keadaan;

Keadaan pertama; Pemaksaaan itu dalam hal ucapan. Para ulama sepakat bahwa orang yang dipaksa dengan pemaksaan jenis ini boleh mengucapkan ucapan terlarang yang dipaksakan kepadanya dan dia tidak berdosa serta tidak ada konsekwensi hukum apa-apa dari ucapannya itu. Ucapannya dianggap omong kosong karena ucapan terseut tidak disertai niat dan hatinya tidak ridha dengan ucapan itu. Seperti orang yang di paksa untuk mengucapkan kalimat kekufuran maka boleh baginya untuk mengucapkannnya selama hati nya tetap kokoh di atas keimanan. Allah berfirman tentang mereka yang dipaksa untuk berucap kata kata kufur;

Kecuali orang yang dipaksa (untuk berkata kufur) sementara hatinya tetap kuat diatas keimanan (Qs an Nahl: 106)

Demikian juga seandainya ucapan itu berkaitan dengan hak manusia seperti jika seseorang dipaksa mencela atau mencaci maki seseorang yang seharusnya tidak boleh dicaci maka boleh baginya untuk mencaci,

Keadaan kedua: Pemaksaan dalam hal perbuatan, maka pemaksaan

dalam hal seperti ini dibagi menja di dua lagi: (1) Jika pemaksaan itu berkenaan dengan hak Allah maka seseorang boleh melakukan per buatan yang dipaksakan kepadanya itu seperti dia dipaksa untuk minum khomr, atau dipaksa untuk makan di saat siang hari Bulan Ramadhan. (2) Jika pemaksaan itu menyangkut hak manusia maka seseorang tetap tidak boleh melakukannya. Seperti orang yang dipaksa untuk membunuh orang atau merusak arang orang. jika ia melakukan itu semua maka ia terkena denda atas perbuatannya itu.

Alasan mengapa dibedakan antara ucapan dan perbuatan adalah karena perbuatan itu jika sudah terlanjur terjadi maka dampak kerusakannya tidak bisa dihilangkan, beda halnya dengan ucapan, ucapan bisa saja dihapus atau diposisi kan seperti ucapan orang gila atau orang mengigau dari sisi sama sama keluar dari lisan tanpa diiringi niat hati

SYARAT SYARAT PEMAKSAAN YANG MENYEBABKAN KERINGANAN

Ancaman dan paksaan untuk mel akukan pelanggaran syariat yang mana dengannya seseorang boleh melaku kan pelanggaran syariat sesuai dengan rincian di atas itu hanya jika pemak saan dan ancaman itu memenuhi per syaratan berikut:

Orang yang memaksa adalah orang yang memiliki kekuatan atau kekua saan kepada dia bukan paksaan dari orang yang lemah dan tidak punya kuasa apa-apa.

Ada dugaan kuat bahwa sesuatu yang diancamkan kepadanya benar benar terjadi jika dia tidak melaku kan apa yang dipaksakan. Maka jika seorang memiliki prasangka bahwa orang yang mengancam dia tidak lah serius maka ia tidak tetap tidak boleh melakukan pelanggaran syari at yang dipaksakan.

Siksaan yang diancamkan kepadanya adalah siksaan yang ia benar-benar tidak sanggup menerimanya seperti dipukul denga pukulan keras, dise trum atau dibunuh

Demikianlah yang bisa kita bahas pada kaidah kesebelas ini semoga men jadi ilmu yang bermanfaat bagi kita semua

DAFTAR REFERENSI;

Syarah Mandzumah Qowaid Fiqhiyya Syaikh Abdurrahman as-Sa’di

Al-Qowaid wal-Ushul Jamiah syaikh Abdurrahman as-Sa’di

Ta’liq alal-Qowaid wal Ushul Jami ah Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin

Ma’alim fii Ushulil Fiqh Syaikh Mu hammad bin Husain al-Jizani

Disusun oleh; Hafid al Mustofa, Lc

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *