The Best Teacher adalah IBU…
“Generasi emas Islam selalu terlahir melalui tangan-tangan terampil dan ulet kaum ibu yang sungguh luar biasa. Kaum sahabat misalnya. Juga kaum tabiin. Mereka menjadi pelita dan cahaya penerang umat, berangkat dari perhatian besar kaum ibu di dalam mendidik dan merawat. Sering disebut-sebut oleh ulama tentang peran ibu dan posisi kehidupan di dalam rumah sebagai madrasah pertama bagi putra-putri muslimin. Memang benar demikian! Sejarah Islam mencatat bahwa setiap tokoh besar selalu dilahirkan dari lingkungan rumah tangga yang ideal. Ideal dalam timbangan Islam.”
Peran ibu dalam sebuah rumah tangga amatlah penting. Peran seorang bukan bukanlah pekerjaan yang remeh seperti anggapan sebagian orang. Salah satu peran penting yang menjadikan “diamnya” seorang ibu di rumah mulia adalah peran mereka dalam mendiidk anak dan menyiapkan generasi unggul. Tentunya tanpa mengesampingkan peran dan pengorbanan seorang ayah. Ibu khususnya lebih bertanggung jawab, karena seorang ibu tidak dibebankan untuk menafkahi suami dan anak-anaknya, dan dia tidak diharuskan untuk membelanjakannya kecuali untuk keperluan yang mendesak. Melainkan, yang pertama dan terutama seorang ibu dipercayakan untuk mengurus rumah dan mendidik anak-anak dalam peran sejati yang saling melengkapi antara ayah dan ibu, karena tidak ada gambaran ideal tanpa hadirnya peran keduanya dalam upaya membentuk keluarga idaman.
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّكُمْ رَاعٍ فَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، فَالأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ، وَالمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ، وَالعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ، أَلاَ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Amir (kepala Negara), dia adalah pemimpin manusia secara umum, dan dia akan diminta pertanggungjawaban atas mereka. Seorang suami dalam keluarga adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka. Seorang istri adalah pemimpin di dalam rumah tangga suaminya dan terhadap anak-anaknya, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka. Seorang hamba sahaya adalah pemimpin dalam urusan harta tuannya, dia akan dimintai pertanggungjawaban atasnya. Ketahuilah, bahwa setiap kalian adalah pemimipin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas siapa yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari no. 2554 dan Muslim no. 1829)
Peran ibu amatlah besar. Seorang ibu adalah tanggung jawab utama karena menjadi tempat pendidikan pertama di mana anak-anak tumbuh, dan mengingat waktu yang dihabiskannya bersama anak-anaknya, dialah yang merawat mereka dan mengurus makanan, minuman, tidur, bangun dan berbicara, di saat yang bersamaan dia mengajari mereka dan membangun akal dan kepribadian mereka dan memberikan kontribusi besar untuk membuat kebiasaan, perilaku, dan akidah mereka, dan bagaimana mereka berpikir, baik secara langsung, dengan cara yang disengaja atau tidak langsung, atau dengan cara meniru tindak-tanduk ibunya, sampai usia sekolah dan sebagian besar di luar itu seorang ibu dianggap sebagai orang yang paling sering berinteraksi dengan mereka, dan paling dekat dengan mereka, karena itu seorang ibu adalah sumber terbesar dari apa yang mereka pelajari.
Oleh karena itu, Islam memuji istri yang salehah. Para ulama juga mengingatkan akan pentingnya peran ibu dalam menididik generasi, dan kebutuhan untuk mengajarkan, memperbaiki, dan mempersiapkannya dengan baik untuk memikul tugas tugas yang besar di zaman ini, baiknya seorang ibu menjadi tolak ukur baiknya sebuah masyarakat, karena masa depan dan kemakmuran suatu bangsa bergantung pada anak-anak dan para pemudanya.
الأم مدرسة إذا أعددتَها أعددتَ شَعْباً طَيِّبَ الأعراق
Ibu adalah sebuah madrasah (tempat pendidikan) yang jika kamu menyiapkannya berarti kamu menyiapkan (lahirnya) sebuah masyarakat yang baik budi pekertinya.
[Dinukil syaikh Shaleh al-Fauzan dalam kitab “Makaanatul mar-ati fil Islam” (hal. 5)].
Beberapa kisah tentang betapa pentingnya peran seorang ibu dalam pendidikan anak-anak:
1. Balasan surat ibu Sang Imam untuk anaknya:
Imam Ibnu Taimiyah mengirim surat kepada ibunya, meminta udzur karena jauhnya beliau dari sang ibu. Untuk beberapa hari beliau tinggal di Mesir untuk kepentingan dakwah dan urusan agama.
Ketika surat sampai pada ibunda beliau maka sang ibu pun menjawab,
Anakku tercinta yang diridhai, Ahmad bin Taimiyah, Wa ‘alaikas salam wa rahmatullah wa barakatuh wa maghfiratuh wa ridhwanuh….
Sungguh demi Allah, untuk seperti ini aku mendidikmu, untuk berkhidmat pada Islam dan Muslimin. Aku nadzarkan dirimu, aku ajarkan padamu syariat agama ini.
Wahai anakku…
Jangan sekali-kali engkau sangka bahwa kedekatanmu padaku lebih aku senangi daripada kedekatanmu pada agamamu dan khidmatmu pada Islam dan Muslimin di berbagai negeri.
Bahkan wahai anakku…
Puncak keridhaanku padamu sebatas apa yang engkau berikan untuk agamamu dan Muslimin.
Wahai anakku…
Sungguh esok aku tak akan menanyaimu di hadapan Allah tentang jauhmu dariku, karena aku tahu di mana dan apa yang engkau kerjakan.
Akan tetapi, wahai Ahmad…
Akan aku tanya dan aku perhitungkan engkau di hadapan Allah jika engkau kurang dalam berkhidmat untuk agama Allah, untuk pengikut-Nya dari saudara-saudaramu kaum muslimin.
Semoga Allah meridhaimu dan menerangi jalanmu dengan kebaikan, serta meluruskan langkahmu.
Semoga Allah menyatukan aku dan engkau dibawah ‘Arsy Ar-Rahman di hari yang tiada naungan kecuali naungan-Nya.
Wassalamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuh. (Majmu Fatawa: 28/48)
2. Imam Bukhari dan ibunya:
Imam al-Bukhari tumbuh besar sebagai seorang yatim. Ibunyalah yang mengasuhnya. Ibunya mendidiknya dengan pendidikan yang terbaik. Mengurus keperluannya, mendoakannya, dan memotivasinya untuk belajar dan berbuat baik.
Saat berusia 16 tahun, ibunya mengajak Imam al-Bukhari bersafar ke Mekah. Kemudian meninggalkan putranya di negeri haram tersebut. Tujuannya agar sang anak dapat menimba ilmu dari para ualma Mekah. Dari hasil bimbingan dan perhatian ibunya, jadilah Imam al-Bukhari seperti yang kita kenal saat ini. Seorang ulama yang gurunya pernah mengatakan, “Tidak ada orang yang lebih hebat darinya (dalam ilmu hadits)”.
3. Kisah Ibu Imam asy-Syafi’i:
Ayah Imam asy-Syafi’i wafat dalam usia muda. Ibunyalah yang membesarkan, mendidik, dan memperhatikannya hingga kemudian Muhammad bin Idris asy-Syafi’i menjadi seorang imam besar. Ibunya membawa Muhammad kecil hijrah dari Gaza menuju Mekah. Di Mekah, ia mempelajari al-Quran dan berhasil menghafalkannya saat berusia 7 tahun. Kemudian sang ibu mengirim anaknya ke pedesaan yang bahasa Arabnya masih murni. Sehingga bahasa Arab pemuda Quraisy ini pun jadi tertata dan fasih.
Ibu Al Imam Asy Syafi’i tidak pernah meninggalkan urusan berlalu begitu saja, akan tetapi dipenuhi dengan kedisiplinan dalam mendidik. Imam Malik akhirnya memperbolehkan beliau berfatwa dalam usia baru lima belas tahun.
SURGA DAN SEMUA KENIKMATANNYA… Itulah InsyaAllah kemuliaan yang kelak Allah berikan kepada para wanita (ibu) yang rela berlelah-lelah dan meninggalkan hingar-bingarnya kehidupan dunia untuk fokus mendidik dan menyiapkan generasi yang unggul dan kokoh. Jangan pernah malu atau gengsi jika ada yang memaggilmu ibu rumah tangga. Jangan minder apalagi sedih dengan celetukan-celetukan orang tak berilmu “ngapain sekolah tinggi-tinggi kalau ujung-ujungnya dapur juga !” Ketika ijazah S1 sudah di tangan, teman temanmu yang lain sudah berpenghasilan, sedangkan kamu, dari pagi hingga malam sibuk membentuk karakter bagi makhluk yang akan menjadi jalan surga bagi masa depan. Mainkan saja peranmu, dan tak ada yang tak berguna dari pendidikan yang kau raih, dan bahwa rezeki Allah bukan hanya tentang penghasilan kan? Memiliki anak-anak penuh cinta pun adalah rezeki-Nya. Oleh karena itu diantara faktor lurusnya (istiqomahnya) anak-anak perempuan, adalah istiqomahnya ibu-ibu mereka. Anak-anak perempuan itu menyerap akhlak dan perangai dari ibunya. Lantas, bagaimana bayangan bisa tegak jika ‘kayu’ nya saja bengkok..!?!
Wa Allahu A’lam Bisshawab
Sumber : Kuttab Media Edukasi