Riwayat Kerajaan Jeumpa Atjeh
Masjid Sulthan Jeumpa, Bireuen
Sumber Foto : FB Rahmat T Geurugok
Kerajaan Jeumpa Atjeh, berdasarkan Ikhtisar Radja Jeumpa yang di tulis Ibrahim Abduh, yang disadurnya dari hikayat Radja Jeumpa merupakan suatu Kerajaan yang benar keberadaannya pada kurang lebih abad ke 777 Masehi yang berada di kurang lebih kawasan perbukitan mulai dari pinggir sungai Peudada di sebelah barat hingga Pante Krueng Peusangan di sebelah timur.
Istana Raja Jeumpa terletak di desa Blang Seupeueng yang dipagari di sebelah utara, kini disebut Cot Cibrek Pintoe Ubeuet.
Masa itu Desa Blang Seupeueng merupakan permukiman yang padat penduduknya serta juga merupakan kota bandar pelabuhan besar, yang terletak di Kuala Jeumpa.
Dari Kuala Jeumpa hingga Blang Seupeueng ada suatu alur yang besar, biasanya dilewati oleh kapal-kapal serta perahu-perahu kecil.
Alur dari Kuala Jeumpa tersebut membelah Desa Cot Bada pribadi ke Cot Cut Abeuk Usong alias ke ”Pintoe Rayeuk” (Pintu Besar).
Menurut silsilah keturunan Sultan-Sultan Melayu, yang dikeluarkan oleh Kerajaan Brunei Darussalam serta Kesultanan Sulu-Mindanao, Kerajaan Islam Jeumpa dipimpin oleh seorang Pangeran dari Parsia (India Belakang ) yg bernama Syahriansyah Salman alias Sasaniah Salman yg kawin dengan Puteri Mayang Seuludong serta mempunyai beberapa anak, antara lain Syahri Poli, Syahri Tanti, Syahri Nuwi, Syahri Dito serta Makhdum Tansyuri yg menjadi bunda daripada Sultan pertama Kerajaan Islam Perlak yg berdiri pada tahun 805 Masehi.
Menurut penelitian Sayed Dahlan al-Habsyi, Syahri merupakan gelar pertama yg dipakai keturunan Nabi Muhammad di Nusantara sebelum memakai gelar Meurah, Habib, Sayid, Syarief, Sunan, Teuku serta lainnya. Syahri diambil dari nama istri Sayyidina Husein bin Ali, Puteri Syahribanun, anak Maha Raja Parsia terbaru yg ditaklukkan Islam.
Sampai ketika ini, penulis belum menemukan silsilah keturunan Pengeran Salman ke atas, apakah beliau tergolong dari keturunan Nabi Muhammad saw alias keturunan raja-raja Parsia.
Karena di silsilah yg dikeluarkan Kesultanan Brunei serta Kesultanan Sulu tak disebutkan. Namun menurut pengawasan pakar sejarah Atjeh, Sayed Hahlan al-Habsyi, beliau merupakan tergolong keturunan Sayyidina Husein ra.
Dikarenakan :
Beliau menunjukkan gelar Syahri terhadap anak-anaknya, yang terperinci menunjuk terhadap moyangnya. Beliau mengawinkan anak perempuannya dengan cucu Imam Ja’far Sadiq, yg menjadi tradisi para Sayid hingga ketika ini.
Anak beliau, Syahri Nuwi merupakan patron dari rombongan Nakhoda Khalifah, bahkan ada yang berpendapat kedatangan rombongan ini atas permintaan Syahri Nuwi untuk membuatkan kekuatan Ahlul Bayt alias keturunan Nabi saw di Nusantara seusai mendapat pukulan di Arab serta Parsia.
Itulah sebabnya, relasi Syahri Nuwi dengan rombongan Nakhoda Khalifah sangat dekat serta berpendapat mereka sebagai keluarga dekat.
Yang butuh dicermati, kenapa Pangeran Salman Al-Parsi memilih kota kecil di wilayah Jeumpa sebagai tempat mukimnya, serta tak memilih kota metropolitan semacam Barus, Fansur, Lamuri serta sekitarnya yang telah berkembang pesat serta menjadi persinggahan para pedagang manca negara?
Ada berbagai kemungkinan, Beliau diterima dengan baik oleh masyarakat Jeumpa serta memutuskan tinggal di sana, Beliau merasa enjoy serta sesuai dengan penguasa (meurah), Keinginan untuk membuatkan wilayah ini setingkat Barus, Lamuri serta lainnya serta Menghindar dari pandangan penguasa.
Alasan terbaru ini, mungkin bisa diterima sebagai argumen utama. Mengingat Pangeran Salman merupakan salah seorang pelarian politik dari Parsia yg tengah bergejolak yg akan terjadi peperangan antara Keturunan Nabi SAW yang didukung pengikut kabilah dengan Penguasa Bani Abbasiah masa itu (tahun 150an Hijriah).
Beliau bersama para pengikut setianya memilih ujung utara pulau Sumatera sebagai tujuan sebab terbukti kawasan telah populer serta telah tersedia tak sedikit pemeluk Islam yang mendiami perkampungan-perkampungan Arab alias Persia.
Kemungkinan Jeumpa merupakan salah satu pemukiman baru tersebut. Untuk menghindari pengejaran itulah, beliau memilih kawasan pinggiriran supaya tak terlalu menyolok.
Itulah sebabnya, Pangeran Salman juga dikenal dengan nama-nama lainnya, semacam Meurah Jeumpa, alias ada yg berkata beliau sebagai Abdullah.
Di bawah pemerintahan Pangeran Salman, Kerajaan Islam Jeumpa berkembang pesat menjadi suatu kota baru yg mempunyai relasi luas dengan Kerajaan-Kerajaan besar lainnya. Potensi, karakter, pengetahuan serta pengalaman Pangeran Salman sebagai seorang adiwangsa calon pemimpin di Kerajaan maju serta besar semacam Persia yang telah mendapat pendidikan khusus sebagaimana lazimnya Pangeran Islam, pasti telah mendorong pertumbuhan Kerajaan Jeumpa menjadi salah satu sentra pemerintahan serta perdagangan yang berpengaruh di kurang lebih pesisir utara pulau Sumatra.
Jeumpa sebagai Kerajaan Islam di Nusantara memperluas relasi diplomatik serta perdagangannya dengan Kerajaan-Kerajaan lainnya, baik di kurang lebih Pulau Sumatera alias negeri-negeri lainnya, terutama Arab serta Cina.
Banyak tempat kurang lebih Jeumpa bersumber dari bahasa Parsi, yag paling terperinci merupakan Bireuen, yg artinya kemenangan, sama dengan makna Jayakarta, asal nama Jakarta yg didirikan Fatahillah, yg dalam bahasa Arab semakna, Fath mubin, kemenangan yg nyata.
Untuk membuatkan Kerajaannya, Pangeran Salman telah membawa anak-anaknya menjadi Meurah-Meurah baru. Ke wilayah barat, berhampiran dengan Barus-Fansur-Lamuri yg telah berkembang terlebih dahulu, beliau membawa anaknya, Syahri Poli menjadi Meurah mendirikan Kerajaan Poli yg selanjutnya berubah menjadi Kerajaan Pidie. Ke sebelah timur, beliau membawa anaknya Syahr Nawi sebagai Meurah di suatu kota baru bernama Perlak pada tahun 804.
Namun dalam perkembangannya, Kerajaan Perlak tumbuh pesat menjadi kota pelabuhan baru terutama seusai kedatangan rombongan keturunan Nabi yang dipimpin Nakhoda Khalifah berjumlah 100 orang.
Syahr Nuwi mengawinkan adiknya Makhdum Tansyuri dengan salah seorang tokoh rombongan tersebut bernama Ali bin Muhammad bin Jafar Sadik, cicit terhadap Nabi Muhammad SAW.
Dari perkawinan ini lahir seorang putra bernama Sayyid Abdul Aziz, serta pada 1 Muharram 225 H alias tahun 840 M dilantik menjadi Raja dari Kerajaan Islam Perlak dengan gelar Sultan Alaiddin Sayyid Maulana Abdul Azis Syah.
Melalui jalur perkawinan ini, relasi erat terbina antara Kerajaan Islam Jeumpa dengan Kerajaan Islam Perlak. Karena wilayahnya yg strategis Kerajaan Islam Perlak akhirnya berubah menjadi suatu Kerajaan yg maju menggantikan peran dari Kerajaan Islam Jeumpa.
Setelah tampilnya Kerajaan Islam Perlak sebagai sentra pertumbuhan perdagangan serta kota pelabuhan yang baru, peran Kerajaan Islam Jeumpa menjadi tak lebih menonjol.
Namun demikian, Kerajaan ini tetap eksis, yg mungkin berubah kegunaaan sebagai suatu kota pendidikan bagi kader-kader ulama serta pendakwah Islam. Karena diketahui bahwa Puteri Jeumpa yg menjadi ibunda Raden Fatah merupakan keponakan dari Sunan Ampel.
Berarti Raja Jeumpa masa itu bersaudara dengan Sunan Ampel. Sementara Sunan Ampel merupakan keponakan dari Maulana Malik Ibrahim, yang artinya kakek, mungkin kakek saudara dari Puteri Jeumpa.
Maka dari relasi ini bisa dibangun suatu kesimpulan bahwa, para wali mempunyai relasi dengan Kerajaan Jeumpa sehingga Jeumpa masa itu menjadi sentra pendidikan bagi para ulama serta pendakwah Islam Nusantara. Namun belum ditemukan data mengenai persoalan ini.
Setelah berdirinya berbagai Kerajaan Islam baru sebagai sentra Islamisasi Nusantara semacam Kerajaan Islam Perlak (840an) serta Kerajaan Islam Pasai (1200an), Kerajaan Islam Jeumpa yg menjalin kerjasama diplomatik tetap mempunyai peran besar dalam Islamisasi Nusantara, terutama dalam penaklukkan berbagai kerajaan besar Jawa-Hindu semacam Majapahit misalnya.
Di kisahkan bahwa Raja terbaru Majapahit, Brawijaya V mempunyai seorang istri yg bersumber dari Jeumpa (Champa), yg menurut pendapat Raffless berada di wilayah Atjeh serta bukan di Kamboja sebagaimana difahami selama ini. Puteri cantik jelita yg populer dengan nama Puteri Jeumpa (Puteri Champa) ini merupakan anak dari salah seorang Raja Muslim Jeumpa yang juga keponakan dari pemimpin para Wali di Jawa, Sunan Ampel serta Maulana Malik Ibrahim.
Mereka merupakan para Wali keturunan Nabi Muhammad yang dilahirkan, dibesarkan serta dididik di wilayah Atjeh, baik Jeumpa, Perlak, Pasai, Kedah, Pattani serta sekitarnya.
Dan merekalah konseptor penaklukan Kerajaan Jawa-Hindu Majapahit dengan gerakannya yang populer dengan sebutan Wali Songo alias Wali Sembilan.
Perkawinan Puteri Muslim Jeumpa Atjeh dengan Raja terbaru Majapahit melahirkan Raden Fatah, yang dididik serta dibesarkan oleh para Wali, yang selanjutnya dinobatkan sebagai Sultan pada Kerajaan Islam Demak, yang ketahui sebagai Kerajaan Islam pertama di pulau Jawa. Kehadiran Kerajaan Islam Demak inilah yg telah mengakhiri riwayat kegemilangan Kerajaan Jawa-Hindu Majapahit.
Sejarah ini bisa diartikan sebagai keberhasilan taktik Kerajaan Islam Jeumpa Atjeh yang kala itu telah berhubungan dengan Kerajaan Islam Pasai yang telah menggantikan peranan Kerajaan Islam Perlak dalam menaklukkan serta mengalahkan suatu kerajaan besar Jawa-Hindu Majapahit serta mengakhiri sejarahnya serta menjadikan pulau Jawa sebagai wilayah kekuasaan Islam di bawah Kerajaan Islam Demak yg dipimpin oleh Raden Fatah, yang ibunya berasal dari Kerajaan Jeumpa di Atjeh.
Jadi bisa dikatakan bahwa, Kerajaan Jeumpa Atjeh,,lah yang telah mengalahkan dominasi Kerajaan Jawa-Hindu Majapahit dengan taktik penaklukan lewat perkawinan yang dilakukan oleh para Wali Sembilan, yang mempunyai garis relasi dengan Jeumpa, Perlak, Pasai ataupun Kerajaan Atjeh Darussalam.
Setelah Kerajaan Islam Perlak yang berdiri pada tahun 805 Masehi tumbuh serta berkembang, jadi sentra aktivitas Islamisasi nusantarapun berpindah ke wilayah ini.
Dapat dikatakan bahwa Kerajaan Islam Perlak merupakan kelanjutan alias pengembangan daripada Kerajaan Islam Jeumpa yang telah mulai menurun peranannya.
Namun dengan cara diplomatik kedua Kerajaan ini merupakan suatu keluarga yang terbelit dengan aturan Islam yg mengutamakan persaudaraan.
Apalagi para Sultan merupakan keturunan dari Nabi Muhammad SAW yang senantiasa mengutamakan kepentingan agama Islam di atas segala kepentingan duniawi serta diri mereka. Bahkan dalam silsilahnya, Sultan Perlak yg ke V bersumber dari keturunan Kerajaan Islam Jeumpa.
Sumber : https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=157799889585522&id=100060665361330