Ada Apa Dibalik Secarik Kertas…?!

Pada hari Minggu di bulan November 2021, setelah shalat ashar di Masjid At Taqwa Muhammadiyah Sigli, saya bersama Ketua LazisMu Pidie, dr. Faisal Muhammad, Sp.A, Bendahara Ustadz Sofyan, S.Ag, dan anggota Ustadz Arif Munandar mengunjungi warga menderita lumpuh di Gampong Lampeudeu Baroh, Pidie.

Berita terkait warga Lampeudeu yang lumpuh tersebut sempat viral karena beberapa Minggu yang lalu dimuat di media Serambi Indonesia.

Sebelum menuju rumah warga tersebut, kami belanja dulu sembako (beras, minyak goreng, gula, telor, bubuk teh, kopi, air mineral) di Toko Sahabat Swalayan owner-nya ustadz Arif Munandar. Dengan menggunakan mobil Inova reborn milik ketua LazisMu Pidie dan langsung disopirinya, kami menuju ke lokasi.

Warga yang kami dikunjungi adalah pasangan suami istri , dimana isterinya sudah menderita lumpuh karena stroke selama lima tahun dirawat oleh suaminya yang juga dalam kondisi tidak sehat.

Perempuan yang lumpuh ini adalah Sumarni Binti Ismail (50), Sedangkan suaminya, Marzuki Bin Abdurrahman (51) didera penyakit pada kakinya yang menyebabkan susah bergerak.

Sesampai didepan pintu rumah yang terletak dipinggir jalan Gampong Lampeudeu Baroh, kami mengetuk pintu dan mengucapkan salam, dan terdengar jawaban salam dari dalam rumah , tidak lama Pintu rumah dibuka oleh Tgk Marzuki , dan kami disilahkan masuk.

Terlihat ibu Sumarni terbaring di atas kasur yang lusuh digelar diatas lantai di rumah sempit ukuran 4×6 dan nampak kumuh.

Sebuah Kitab suci Alquran yang masih terbuka diletakkan di atas bantal, menurut keterangan Tgk Marzuki setiap selesai shalat dan waktu-waktu tertentu selalu sang suami melantunkan ayat suci Alquran yang diperdengarkan kepada istrinya.

Disaat saya mengabadikan beberapa momen dengan kamera handphone, sejurus di dinding terlihat ada secarik kertas yang ditulis tangan tertempel di dinding rumah tersebut. Segera saya jepret kertas yang tertempel tersebut, saya tidak berani menanyakan apapun terkait secarik kertas tersebut, ada perasaan gak enak takut terkesan kepo.

Di sela-sela berlangsungnya pembicaraan sahabat-sahabat saya dengan Tgk Marzuki, saya buka foto yang saya jepret tadi dan saya pengen tau apa isi tulisan secarik kertas tersebut.
Ternyata tulisan pada secarik kertas adalah bentuk penghambaan diri dan kepasrahan diri kepada Allah Azza Wa Jalla.

Berikut kutipan isi tulisan tersebut :

KU BERSIMPUH
DI KEHENINGAN MALAM AKU BERSUJUD.
KEPADA MU.. YA..RABB…
IZINKAN AKU MENDEKATI MU..
YA..RABB…

AKU.. YANG BERLUMUR DOSA KARNA KEJAHILANKU-BASUHLAH AKU DENGAN.. AMPUNAN MU. YA..RABB…!?

KU BERSIMPUH DI HADAPAN MU… BUKAN KARNA JALAN TAKDIRKU.. KU BERSIMPUH DI HADAPAN MU.. BUKAN KARNA KESENGSARAANKU…

TAPI..AKU BERSIMPUH DIHADAPAN MU KARNA AKU DAMBAKAN CINTA KASIH MU, WAHAI SANG PENCIPTA ALAM.. AGAR DAMAI HATI KU TENTRAM JIWAKU
TENANG HIDUP KU

BIARLAH AKU TERSENYUM DENGAN SEMUA KEPUTUSAN MU YA RABB…

SESUNGGUHNYA ENGKAU LEBIH MENGETAHUI… APA YANG TERBAIK UNTUK KU

Membaca tulisan tersebut menyiratkan bahwa Tgk Marzuki sangat sabar dan ridha dengan Tgk Marzuki atau disering dipanggil Bang Kie dengan profesi kerja tak menentu mencari rezeki untuk menghidupi keluarga dan biaya perawatan istrinya, semangat pantang menyerah. Meski dalam keadaan kondisi susah.

Keridhaan nampak dari raut wajahnya yang tegar dalam merawat isterinya yang sudah 5 tahun terbaring lumpuh.

Ridha adalah kelapangan jiwa dalam menerima takdir Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Dengan rasa keridhaan akan hadir di dalam hatinya selalu tertanam sangkaan baik kepada Sang Khalik.

Orang-orang yang ridha saat dirinya diuji oleh Allah dengan musibah, dia akan mencari hikmah yang terkandung di balik ujian tersebut. Ia yakin, Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah memilihnya untuk menerima ujian itu, dan Allah sekali-kali tidak menghendaki keburukan dari ketentuan cobaan bagi makhluk-Nya. Apabila ridha ini sudah mengakar dalam sanubari manusia, maka hilanglah semua rasa sakit yang diakibatkan oleh berbagai musibah yang menimpanya.

Dari Anas bin Malik RA bahwa Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya apabila Allah SWT mencintai suatu kaum, maka Dia mengujinya. Barangsiapa ridha terhadap ujian-Nya, maka dia memperoleh ridha-Nya dan barangsiapa tidak suka, maka mendapat murka-Nya.” (HR Tirmidzi).

Bagi orang yang ridha, ujian merupakan pembangkit semangat untuk semakin dekat pada Allah, semakin menenggelamkan dirinya dalam bermusyahadah dengan-Nya.

Dalam satu kisah, Abu Darda’ pernah melayat pada sebuah keluarga yang salah satu anggota keluarganya meninggal dunia. Keluarga itu ridha dan tabah serta memuji Allah SWT. Maka Abu Darda’ berkata kepada mereka, “Engkau benar, sesungguhnya Allah SWT apabila memutuskan suatu perkara, maka Dia senang jika takdir-Nya itu diterima dengan rela atau ridha.”

Begitu tingginya keutamaan ridha, hingga ulama salaf mengatakan, tidak akan tampak di akhirat derajat yang tertinggi daripada orang-orang yang senantiasa ridha kepada Allah SWT dalam situasi apa pun. Wallahu a’lam bish-shawab.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *