Belajar Dari Elang…

Kehidupan ini tidak sepi dengan berbagai masalah dan tantangan. Tantangan bisa datang dari mana saja. Bahkan bisa disebabkan perbuatan kita sendiri yang memicu lahirnya masalah.

Bicara tantangan, mari kita sejenak belajar dari burung elang. Elang diketahui terkenal cukup hebat, seperti halnya hiu putih di lautan luas atau leopard di hutan belantara. Elang bisa dikatakan penguasa langit, mahir terbang, bahkan selalu akurat mencengkram mangsa di daratan. Namun elang sesungguhnya memikul beban hidup yang luar biasa berat.

Di masa belianya kehidupan elang sungguh keras. Mulai dari berlatih terbang hingga beresiko dimangsa hewan buas lainnya. Sejak kecil ia sudah dilempar induknya dari tebing tinggi. Ia mungkin menjerit ketakutan namun ia tidak lantas mati, justru lambat laun bisa terbang. Begitu juga ketika ia beranjak tua bahkan mampu bertahan hingga hampir setengah abad. Dalam fase ini ia dihadapkan dua pilihan: mati atau berjuang untuk terus hidup. Layaknya manusia, ia sangat mempertimbangkan segala pilihan.

Percaya atau tidak ternyata seekor elang sanggup mencapai usia 40 tahun bahkan bisa hidup hingga 70 tahun. Jika di dunia manusia ada istilah kehidupan baru mulai saat berusia 40 tahun, elang semakin tua justru mengalami perjuangan yang lebih menyakitkan. Memasuki usia 40, cakarnya mulai menua dan tidak setangguh dulu. Paruhnya yang tajam yang semula kuat akhirnya menjadi bengkok dan patah. Tidak sampai di situ, ia pun mulai kesulitan terbang karena bulunya menjadi tebal. Inilah masa tersulit elang dalam menjalani kehidupan.

Di fase tersebut menyisakan dua pilihan: menanti ajal atau bertransformasi selama 150 hari. Apabila memilih bertransformasi, ia harus berusaha keras untuk terbang menuju tempat tertinggi yang biasa di puncak gunung. Di sana ia akan membuat sarang di tepian jurang. Kemudian, ia akan bersusah payah melepaskan paruhnya dengan cara mematuk di antara batu karang hingga terlepas. Baru kemudian ia menanti tumbuhnya paruh baru dalam waktu yang panjang.

Setelah itu, saat paruh baru muncul, ia melewati tahap kedua transformasi, yaitu mencabut semua cakarnya dan menanti tumbuhnya cakar baru. Ini pun butuh waktu lama. Begitulah elang menjalani proses transformasi. Berikutnya elang akan mencabut bulu-bulu lebatnya. Lalu dengan tetap membutuhkan waktu, seluruh tubuhnya menjadi sempurna dan ia berlanjut menjalani sisa usianya 30 tahun lagi, serta mulai memperoleh kehidupan yang baru.

Belajar dari perjuangan hidup seekor elang, kita menyadari bahwa untuk mencapai kehidupan yang lebih baik tidaklah mudah. Tiap pilihan yang diambil membutuhkan kerja keras bahkan penderitaan. Namun masa depan pada dasarnya tergantung pilihan-pilihan yang kita tempuh. Sebagaimana elang, bisa saja tak perlu repot terbang ke puncak gunung dan memilih berdiam diri menanti kematian. Tetapi jika ingin menggapai kehidupan yang lebih baik, kita harus berusaha keras melewati masa tersulit.

Pesannya adalah, sejatinya tiap masalah merupakan anak tangga menuju kekuatan yang lebih tinggi lagi. Masalah tidak menunggu kesiapan kita. karena ia terkadang datang mendadak.

Dan apapun tantangannya, kita harus menempatkan diri sebagai seorang pemimpin minimal bagi diri sendiri. Maka harus juga mampu beradaptasi dengan cepat, bisa mengambil keputusan dengan jelas dan tegas. Secara alami, manusia memang dibekali kemampuan beradaptasi, tidak seperti kisah dinosaurus yang berakhir punah. Artinya dalam kondisi krisis sekalipun, manusia dipastikan mampu menemukan jalan keluar.

Dikutip dari Buku Indonesia Recovery Menyambut Musim Semi Pasca Pandemi, Syafii Efendi & Partners

Sumber Foto Elang

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *