Uniknya Tradisi Kurban di Elephant Beach
Opini Serambi Indonesia (https://aceh.tribunnews.com/)

OLEH CHAIRUL BARIAH, Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Almuslim Peusangan dan Anggota Forum Aceh Menulis (FAMe) Chaper Bireuen, melaporkan dari Matangglumpang Dua, Bireuen
##################################
KEWAJIBAN berkurban berawal dari kisah Nabi Ibrahim yang bermimpi mendapat perintah Allah untuk menyembelih anaknya semata wayang, Ismail. Dengan mukjizat dari Allah pada saat perintah itu dijalankan Allah menggantikan Ismail dengan seekor kibas. Maka sejak saat itulah setiap umat muslim yang mampu diwajibkan untuk berkurban, baik itu seekor domba/kambing, sapi, kerbau, maupun unta.
Perayaan Iduladha 1441 Hijriah tahun ini dalam masa pandemi Covid-19. Meski tidak semeriah tahun lalu tapi tetap berjalan, terutama di Provinsi Aceh hampir setiap desa/gampong melaksanakan kurban, baik masyarakat biasa secara pribadi atau kelompok, termasuk juga instansi negeri dan swasta, bahkan anak sekolah. Kurban bagi masyarakat Aceh sangatlah istimewa.
Salah satu gampong yang melaksanakan kurban adalah masyarakat di Gampong Pante Gajah, Kecamatan Peusangan, Kabupaten Bireuen. Desa berpenduduk ± 3.078 jiwa dengan KK sejumlah 257 ini termasuk dalam kategori desa maju atau berkembang. Rata-rata pendapatan penduduknya mampu menyejahterakan anggota keluarganya, sebagaimana yang disampaikan salah seorang perangkat desa, yaitu Bapak Kaspul Mahdi.
Mayoritas penduduk Pante Gajah berprofesi aparatur sipil negara (ASN), karyawan swasta, dan hanya sebagian kecil yang berprofesi sebagai pedagang, petani kebun, tukang, dan lain-lain.
Pelaksanaan kurban di gampong ini tergolong unik, di mana setiap warga diajak untuk ikut serta dengan cara menabung dana setiap tahunnya selama sepuluh bulan. Upaya ini dikoordinir oleh petugas khusus (semacam kolektor) yang dipercayakan oleh perangkat desa untuk mengumpulkan dana setiap bulan dengan jumlah yang tidak ditentukan, tetapi pada bulan kesepuluh harus lunas seluruhnya sesuai dengan harga pasaran sapi untuk kurban. Demikian, diungkapkan Pak Zakir, salah satu tokoh Pante Gajah yang juga mantan asisten III Pemerintah Kabupaten Bireuen.
Gampong Pante Gajah memiliki lima dusun, yaitu Dusun Bale Kuneng, Cot Gerundung, Meunasah Kulam, Meunasah Barat, dan Paya Beunyot, Di setiap dusun ada orang kepercayaan yang bertugas sebagai penampung dana. Untuk tertibnya tata laksana kurban, setiap dusun juga memiliki panitia yang andal dalam menangani kegiatan kurban, yakni dengan melibatkan seluruh pemuda, tokoh, dan juga warga biasa. Mereka saling bahu-membahu untuk suksesnya kegiatan kurban. Adapun hewan yang ditetapkan untuk kurban berjamaah ini hanya sapi, yakni satu ekor untuk tujuh orang.
Kurban berjamaah ini sudah dimulai sejak 13 tahun lalu dan berlangsung selama dua hari, yakni hari pertama Iduladha dan hari kedua. Pencetus pertamanya adalah perangkat Dusun Bale Kuneng dan Cot Geurundung, yang awalnya mereka mulai hanya dengan dua ekor sapi. Untuk tahun ini, Pak Ardian dipercaya sebagai ketua pelaksana kurban untuk kedua dusun bertetangga itu. Sementara itu, bendahara kegiatan kurban, Pak Saiful Izhar mengatakan, bergulirnya kegiatan kurban berjamaah ini dimulai dengan pengumpulan dana, pengadaan, pemeliharaan, dan penyembelihan oleh petugas khusus yang memiliki pengalaman dan keahlian di bidang ini.
Menurut aparatur desa dan panita, petugas khusus pengadaan yang ditunjuk memegang amanah dan bertanggung jawab terhadap hewan kurban, dalam hal ini sapi yang dibeli haruslah memenuhi syarat dan ketentuan, yaitu sehat dengan ciri-ciri: bulu bersih dan mengilap, gemuk dan lincah, bermuka cerah, nafsu makannya baik, lubang kumlah (mulut, mata hidung, telinga, dan anus) harus bersih dan normal, suhu badan 37 derajat Celsius dan tidak dalam keadaan demam, serta tidak kurus.
Syarat lainnya adalah tidak cacat, misalnya tidak buta, tidak pincang, pendengarannya baik, jantan yang tidak dikebiri, testis (buah zakar)-nya masih lengkap, bentuk dan letaknya simetris, kemudian cukup umur yang ditandai dengaan tumbuhnya gigi tetap dan harus berumur lebih dari dua tahun.
Setelah proses pengadaan, seluruh sapi mulai dikarantina di rumah khusus Gampong Paya Beunyot selama tiga minggu. Panitia setempat menyebutnya “Hotel bintang lima untuk hewan”, karena di sini proses perawatan sapi–mulai dari pemeriksaan kesehatan saat pembelian hingga pemeliharaan dan memberinya air serta makanan bergizi–dilakukan, termasuk pembersihan hewan. Dengan perlakuan secermat itu maka tak heran ketika ke luar dari karantina sapi-sapi itu bertambah bobot badannya, lebih bersih, dan cerah.
Adapun tempat penyembelihannya dilakukan di rumah potong (rumah jagal) yang sudah disiapkan secara khusus.
Berkat komunikasi dan kerja sama yang baik antara panitia, aparat desa, dan masyarakat setiap tahunnya jumlah sapi kurban di gampong ini terus meningkat. Tahun ini misalnya, jumlah hewan kurban di gampong ini mencapai ± 40 ekor. Itu hanya dari perkumpulan jamaah, belum lagi kurban atas nama pribadi warga setempat. “Ini sungguh luar biasa,” ulas Pak Kaspul Mahdi sembari berharap desa-desa lain hendaknya mencontoh model pelaksanaan kurban di Gampong Pante Gajah.
Keunikan budaya kurban di Pante Gajah dari hasil amatan saya, meski sebagian warga masih berbeda pandangan tentang kurban berjamaah, tapi kegiatan ini menjadi sarana silaturrahmi atau ajang pemersatu dari perbedaan tersebut. Semua pihak melaksanakan kurban dengan hati yang gembira, karena keduanya memiliki tujuan yang sama, yaitu mematuhi perintah Allah, bersedekah, tolong- menolong, dan saling berbagi dengan orang yang membutuhkannya.
Pelaksanaan kurban di Pante Gajah juga tergolong istimewa, karena ada juga orang dari luar yang ingin berkurban di sini, misalnya dari Medan, Jakarta, Banda Aceh, dan beberapa daerah lainnya. Menurut Pak Kaspul Mahdi, kegiatan ini terbuka untuk umum, namun pihak aparatur desa dan panitia belum mampu menangani kurban untuk diserahkan ke desa lain. Artinya, saat ini masih untuk kalangan sendiri saja, khususnya warga Pante Gajah.
Harapan kami kepada yang berkurban hendaknya bagian daging kurban yang ia dapatkan dibagi-bagikan kepada keluarga yang berdomisili di luar Pante Gajah.
Daging kurban untuk dibagikan kepada seluruh masyarakat Pante Gajah disesuaikan dengan jumlah rumah yang ada di masing-masing dusun. Dusun Bale Kuneng dan Cot Geurondong, misalnya, tahun ini mampu mengumpulkan sebelas ekor sapi kurban dengan 600 paket kurban yang dibagikan.
Secara garis besar, catatan yang saya dapat dari beberapa desa di Kecamatan Peusangan Kabupaten Bireuen, Gampong Pante Gajah menempati urutan terbanyak hewan kurban yang disembelih tahun ini, disusul Gampong Meunasah Dayah Matangglumpang Dua.
Semoga kurban yang telah kita lakukan tahun ini dan tahun-tahun sebelumnya menjadi ibadah dan jembatan pemersatu dalam memperkuat ukhuwah dan silaturahmi antarsesama sehingga tak ada lagi perbedaan dan kesenjangan sosial di antara kita.
Judul asli : Uniknya Budaya Kebersamaan Kurban di Pante Gajah
Sumber : https://aceh.tribunnews.com/2020/08/04/uniknya-budaya-kebersamaan-kurban-di-pante-gajah