Shalat Sunnah : Definisi dan Keutamaan
Definisi Tathawwu
Tathawwu’ dalam bahasa Arab artinya melakukan sesuatu secara suka rela.
Dalam ilmu fikih, tathawwu’ juga disebut dengan sunah.
Allah berfirman:
فَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ
“Barang siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan maka itulah yang lebih baik baginya.” (AI- Baqarah: 184).
Sedangkan menurut syariat, tathawwu’ adalah sesuatu yang tidak diwajibkan untuk dilakukan bagi seorang muslim secara suka rela dari diri sendiri.’
Keutamaan Shalat Sunah
Shalat sunah memiliki banyak keutamaan besar, diantaranya:
a. Menyempurnakan dan memperbaiki kekurangan shalat-shalat wajib.
Dalil: hadits marfu Tamim Ad-Dari, “Amalan hamba yang pertama kali akan dihisab pada hari kiamat adalah shalat Bila ia menyempurnakannya, shalat dicatat sempurna baginya. Dan bila ia tidak menyempurnakannya, Allah berfirman kepada para malaikat. Lihatlah, apakah kalian menemukan hamba-Ku itu memiliki shalat sunah sebagai penyempurna shalat wajibnya. Setelah itu, zakat (juga) seperti itu. Kemudian semua amal dihisab seperti itu. (HR. Abu Dawud, HR. Ibnu Majah, HR.Ahmad, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam kitab Shahibul Jami’)
b. Shalat sunah mengangkat derajat dan menghapus kesalahan.
Dalil: hadits Tsauban, budak Rasulullah, “Hendaklah kamu memperbanyak sujud, sungguh tidaklah engkau sujud satu kali untuk Allah melainkan Allah akan mengangkat satu derajatmu dan satu kesalahanmu dihapus karenanya.”(HR. Muslim)
c. Menemani Rasulullah di surga.
Dalil: hadits Rabi’ah bin Ka’ab Al-Aslami. Ia berkata, “Suatu ketika, aku bermalam bersama Rasulullah. Aku membawakan air untuk keperluan wudhu dan hajat beliau. Beliau berkata kepadaku, ‘Mintalah.’ Aku menjawab, ‘Aku meminta untuk menemanimu di surga.’ Beliau bertanya, ‘Ada yang lain?” Aku menjawab, ‘Itu saja.’ Beliau bersabda, ‘Kalau begitu, bantulah aku atas dirimu dengan memperbanyak sujud.”(HR. Muslim)
d. Amalan sunah terbaik bagi raga setelah jihad, menuntut ilmu, dan menyampaikan ilmu.
Dalil: Hadits Tsauban, “Istiqamahlah dan kalian tidak akan mampu. Ketahuilah bahwa amalan kalian yang terbaik adalah shalat dan tiada yang memelihara wudhu selain orang mukmin.”(HR. Ibnu Majah, Darimi, Ahmad, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Irwaul Ghalil).
Perbedaan pendapat tentang amalan sunah terbaik
Menurut Imam Malik, Abu Hanifah, amalan sunah terbaik adalah mempelajari dan mengajarkan ilmu. Sedangkan Imam Ahmad adalah Jihad
Yang benar, itu tergantung kondisi dan waktu. Bisa jadi salah satunya lebih utama dari yang lain berdasarkan kepentingan dan keperluan. Ilmu merupakan salah satu bentuk jihad. Sebab, syariat secara keseluruhan berdiri di atas ilmu; seperti itu juga jihad. Imam Ahmad ditanya, “Niat seperti apa yang sah dalam menuntut ilmu?” la menjawab, “Berniat merendahkan diri dan menghilangkan kebodohan dengan ilmu yang dimiliki.” Maksudnya adalah ilmu yang sunah, bukan yang wajib. Tujuan menuntut dan menyampaikan ilmu hanya untuk mencapai ridha Allah dan demi negeri akhirat, untuk menghilangkan kebodohan diri pribadi dan orang lain, serta untuk membela syariat dan mengamalkan ilmu. (Al inshaf ma’a Al Muqni wa Asy-Syarh Al Kabir)
e. Mendatangkan keberkahan.
Dalil: 1. Hadits Jabir, “Bila salah seorang dari kalian usai shalat (wajib) di masjid, hendaklah memberikan bagian dari shalatnya untuk rumahnya, karena Allah ‘Azza wa Jalla menjadikan kebaikan dari sebagian shalat (yang ia kerjakan) di rumah’. (HR.Muslim).
2. Hadits Zaid bin Tsabit, “Maka shalatlah di rumah kalian, karena sungguh shalat terbaik adalah shalat yang dilakukan seseorang di rumahnya, kecuali shalat wajib.”(HR. Bukhari dan Muslim)
3. Muslim menyebutkan, “Maka hendaklah kalian shalat di rumah. Sebab, shalat seseorang yang terbaik adalah shalat (yang ia kerjakan) di rumah, kecuali shalat wajib.” (HR. Muslim)
4. Hadits Ibnu Umar, “Kerjakan sebagian shalat kalian di rumah dan jangan jadikan (rumah kalian) seperti kuburan.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Imam Nawawi menjelaskan, “Adapun tujuan dianjurkannya melakukan shalat sunah di rumah ialah karena hal tersebut jauh dari riya’ dan terjaga dari hal-hal yang menggugurkan amalan. Selain itu, rumah juga mendapat berkah, rahmat, dan malaikat turun di sana serta mengusir setan.”
f. Mendatangkan cinta Allah.
Dalil: Hadits Abu Hurairah, “Rasulullah bersabda bahwa Allah berfirman, ‘Barang siapa memusuhi wali-Ku maka aku menyatakan perang pada-Nya. Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan suatu amalan yang lebih Aku sukai melebihi yang Aku wajibkan kepadanya. Hamba-Ku akan senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunah hingga Aku mencintainya.. Apabila Aku mencintai-Nya, Aku-lah pendengaran yang ia gunakan untuk mendengar, (Aku-lah) pandangan yang ia gunakan untuk melihat, (Aku-lah) tangan yang ia gunakan untuk memukul, dan (Aku-lah) kaki yang ia gunakan untuk melangkah. Jika ia meminta kepada-Ku, Aku akan memberinya. Bila ia memohon perlindungan pada-Ku, Aku akan melindunginya. Dan tidaklah Aku ragu pada sesuatu seperti keraguan-Ku untuk (mencabut) nyawa seorang mukmin. la tidak menyukai kematian, sementara Aku sendiri juga tidak ingin memperlakukannya secara tidak baik.” (HR Bukhari XXI/392)
Tekstual hadits di atas menunjukkan bahwa cinta Allah untuk seorang hamba berlaku manakala ia senantiasa melakukan amalan-amalan wajib dan rutin mendekatkan diri kepada Allah dengan amalan-amalan sunah setelah amalan-amalan wajib (shalat, puasa, zakat, haji dan lainnya).
g. Meningkatkan rasa syukur hamba kepada Allah.
Dalil: Hadits Aisyah bahwa Nabi senantiasa qiyamullail hingga kedua kaki beliau pecah-pecah. Aisyah berkata, “Mengapa kau melakukan itu wahai Rasulullah, padahal Allah telah mengampuni dosa-dosamu yang telah berlalu dan kemudian?” Beliau menjawab, “Tidak patutkah aku menjadi hamba yang bersyukur?”(HR. Bukhari dan Muslim)
Dikutip dari “BUKU PINTAR SHALAT SUNAH” ditulis oleh DR. SA’ID AL-QAHTHANI