Antara Imkan Rukyat MABIMS dan Wujudul Hilal Muhammadiyah
Muhammadiyah kemungkinan besar akan merayakan Idul Fitri 1444 H terlebih dahulu, dan kemungkinan berbeda dengan Pemerintah. Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah sudah menetapkan Idul Fitri I Syawal 1444 H, pada Jumat 21 April 2023. Dalam Konferensi Pers di kantor PP Muhammadiyah Jl. Cik Ditiro, No. 23, Kota Yogyakarta, Pimpinan Muhammad menjelaskan, awal Syawal atau Idul Fitri yang ditetapkan Muhammadiyah dengan pemerintah kemungkinan berbeda. Karena Muhammadiyah memakai hisab hakiki wujudul hilal, sementara pemerintah berpedoman pada kriteria Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS).Apa perbedaan Wujudul Hilal Muhammadiyah dengan Imkan Rukyat MABIMS????
Hisab Hakiki Wujudul Hilal adalah kriteria penetapan awal bulan hijriah yang digunakan Muhammadiyah. Kriteria ini mensyaratkan tiga parameter, yaitu: (1) ijtimak sebelum gurub, (2) bulan terbenam (moonset) setelah matahari terbenam (sunset), (3) saat gurub hilal sudah wujud di atas ufuk. Argumen metode dan kriteria ini tertera secara lengkap dalam buku berjudul “Pedoman Hisab Muhammadiyah” yang disusun oleh Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah.
Sementara itu Imkan Rukyat MABIMS (Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura). adalah metode dan kriteria penetapan awal bulan hijriah yang digunakan oleh Kementerian Agama (Kemenag) dengan parameter ketinggian hilal minimal 3 derajat dan sudut elongasi minimal 6.4 derajat. Sayangnya, argumen metode dan kriteria ini tidak atau belum ditemukan secara tertulis dalam bentuk dokumen (buku) yang diterbitkan Kemenag.
Menurut Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar, Secara metode, Wujudul Hilal dan Imkan Rukyat MABIMS 3-6.4 sama-sama berada dalam ranah hisab dan masing-masing memiliki argumen (dalil), dan saat yang sama memiliki kelebihan dan kekurangan. Keduanya kerap dikritik dan bahkan adakalanya saling mengkritik, dan keduanya merupakan produk ijtihad dan kesepakatan penggunanya masing-masing.
Ciri utama dari Wujudul Hilal adalah wujud (eksistensi) hilal di atas ufuk berapapun dan bagaimanapun posisi dan ketinggiannya (asalkan positif di atas ufuk) yang sama sekali tidak mensyaratkan terlihat atau dilihat secara kasat mata. Sementara ciri yang melekat pada Imkan Rukyat MABIMS 3-6.4 sebagaimana dipraktikkan selama ini adalah keterlihatan atau kemungkinan terlihat hilal di atas ufuk baik dengan kasat mata atau dengan menggunakan alat (teropong), plus ditetapkan saat sidang isbat oleh Kementerian Agama RI. Karena itu disini tampak perbedaan dan pertentangan dua metode/kriteria ini.
“Memang, secara metode baik Wujudul Hilal maupun Imkan Rukyat MABIMS 3-6.4 sama-sama dalam ranah hisab, namun dalam penerapannya keduanya berbeda dalam implementasi dan pemahaman, Wujudul Hilal sekali lagi sama sekali tidak mensyaratkan terlihat, harus dilihat, memungkinkan terlihat, dan seterusnya. Sementara Imkan Rukyat MABIMS 3-6.4 mensyaratkan harus terlihat atau memungkinkan terlihat,” terang Arwin pada Jumat (24/03).
“Karena itu, perubahan kriteria Imkan Rukyat MABIMS oleh Pemerintah (Kemenag) yang pada awalnya 2-3-8 menjadi 3-6.4 sejatinya masih dalam ranah rukyat dan imkan rukyat dan hanya sesuai bagi sesama pengguna metode rukyat dengan kriteria imkan rukyat, artinya sama sekali tidak kompatibel dengan pengguna metode hisab dengan kriteria Wujudl Hilal,” tambah Arwin.
Lebih jauh, kata Arwin, erubahan dan kesepakatan dari elongasi toposentrik kepada geosentrik yang dianggap sebagai perubahan besar juga sama sekali tidak memberi pengaruh bagi Wujudul Hilal, sebab dalam Wujudul Hilal sama sekali tidak mempertimbangkan parameter elongasi bulan-matahari yang identik dengan fenomena ketampakan.
Oleh sebab itu meminta dan menuntut Muhammadiyah untuk menerima Imkan Rukyat 3-6.4 dengan elongasi geosentriknya merupakan sesuatu yang tidak logis. Demikian lagi menuduh dan mengkambinghitamkan Muhammadiyah sebagai organisasi yang mengedepankan ego dan mengabaikan ukhuwah Islamiyah hanya karena dan dengan alasan Pemerintah telah beralih kepada 3-6.4 plus perubahan elongasi geosentrik merupakan sebuah tuntutan cacat nalar.
“Jika demikian halnya, dapat saja diajukan tuntutan, mengapa bukan Wujudul Hilal saja yang digunakan Pemerintah? Bukankah Wujudul Hilal juga berlandaskan al-Qur’an dan Sunah? Bukankah Wujudul Hilal juga produk ijtihad yang memiliki keunggulan dan kekurangan seperti halnya Imkan Rukyat MABIMS 3-6.4?” ucap Arwin.
Hal ini bisa saja diajukan Muhammadiyah sebagai ormas legal di negara kesatuan Republik Indonesia, namun kenyataannya Muhammadiyah tidak pernah melakukan hal itu, karena Muhammadiyah sadar bahwa hak semua elemen di negeri ini untuk berijtihad dan mengamalkan ijtihadnya. Seharusnya ini dipahami oleh para pengkritik Wujudul Hilal.
Source : https://muhammadiyah.or.id/menilai-imkan-rukat-mabims-dan-wujudul-hilal-muhammadiyah-secara-adil/