Ketika Hari Raya Id Di Hari Jum’at, Apakah Perlu Shalat Jum’at?
Bila 1 Syawal (Idul Fitri) atau 10 Dzulhijjah (Idul Adha) bertepatan dengan hari Jumat. Lantas, apakah tetap harus menjalankan shalat Jumat jika paginya sudah Shalat Id?
Dalam Edaran Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 06/EDR/I.0/E/2020 Tanggal 03 Zulkaidah 1441 H/24 Juni 2020 M menyebutkan bahwa berdasarkan ketentuan hadis-hadis, shalat Jumat yang akan jatuh bersamaan dengan salat Id 1 Syawal / 10 Dzulhijjah dapat diganti dengan salat Zuhur. Rukhsah untuk tidak menghadiri Jumat pada hari Jumat yang bersamaan dengan Idulfitri atau Iduladha berdasarkan hadis-hadis di bawah ini:
Rukhsah untuk tidak menghadiri Jumat pada hari Jumat yang bersamaan dengan Idulfitri atau Iduladha adalah:
a. Hadis Nabi saw riwayat Ibn ‘Umar,
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ اجْتَمَعَ عِيدَانِ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمُ فِطْرٍ وَجُمْعَهٌ فَصَلَّى بِهِمْ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاةَ الْعِيدِ ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْهِمْ بِوَجْهِهِ فَقَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّكُمْ قَدْ أَصَبْتُمْ خَيْرًا وَأَجْرًا وَإِنَّا مُجَمِّعُونَ فَمَنْ أَرَادَ أَنْ يُجْمِعَ مَعَنَا فَلْيُجَمِّعْ وَمَنْ أَرَادَ أَنْ يَرْجِعَ إِلَى أَهْلِهِ فَلْيَرْجِعْ [رواه الطبراني] .
“Dari Ibn ‘Umar (diriwayatan bahwa) ia berkata: Pada masa Rasulullah saw pernah dua hari raya jatuh bersamaan, yaitu Idulfitri dan Jumat, maka Rasulullah saw salat id bersama kaum Muslimin. Kemudian beliau menoleh kepada mereka dan bersabda: Wahai kaum Muslimin, sesungguhya kalian mendapat kebaikan dan pahala dan kami akan menyelenggarakan salat Jumat. Barangsiapa yang ingin salat Jumat bersama kami, silahkan, dan barang siapa yang ingin pulang ke rumahnya silakan pulang” [HR aṭ-Ṭabarani].
b. Hadis Abū Hurairah,
عَنْ إِيَاسِ بْنِ أَبِي رَمْلَةَ الشَّامِيِّ قَالَ شَهِدْتُ مُعَاوِيَةَ بْنَ أَبِي سُفْيَانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ وَهُوَ يَسْأَلُ زَيْدَ بْنَ أَرْقَمَ قَالَ هَلْ شَهِدْتَ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِيدَيْنِ اجْتَمَعَا فِي يَوْمٍ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَكَيْفَ صَنَعَ قَالَ صَلَّى الْعِيدَ ثُمَّ رَخَّصَ فِي الْجُمُعَةِ فَقَالَ مَنْ شَاءَ فَلْيُصَلِّ
[رواه أبو داود وصححه الأرنؤوط والألباني
“Dari Iyas Ibn Abu Ramlah asy-Syami (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Aku menyaksikan Mu‘awiyah Ibn Abu Sufyan bertanya kepada Zaid Ibn Abi Arqam. Ia mengatakan: Apakah engkau pernah mengalami dua hari raya jatuh pada hari yang sama di masa Rasulullah saw? Zaid Ibn Abu Arqam menjawab: Ya, pernah. Mu‘awiyah bertanya lagi: Bagaimana Rasulullah saw melakukannya? Zaid menjawab: Ia melakukan salat id, kemudian memberi rukhsah (keringanan untuk tidak menghadiri Jumat). Lalu beliau bersabda: Barang siapa yang ingin salat bersama kami, silakan” [HR Abu Dawud dan disahihan oleh al-Arna’uṭ dan al-Albani].
Asy Syaukani dalam As-Sailul Jaror (1: 304) mengatakan bahwa hadits ini memiliki syahid (riwayat penguat). Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ (4: 492) mengatakan bahwa sanad hadits ini jayyid (antara shahih dan hasan, pen.). ‘Abdul Haq Asy Syubaili dalam Al Ahkam Ash Shugro (321) mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih. ‘Ali Al Madini dalam Al Istidzkar (2/373) mengatakan bahwa sanad hadits ini jayyid (antara shahih dan hasan, pen). Syaikh Al Albani dalam Al Ajwibah An Nafi’ah (49) mengatakan bahwa hadits ini shahih.
Intinya, hadits di atas bisa digunakan sebagai hujjah atau dalil.
“Hadis diriwayatkan dari Wahab bin Kasan, ia berkata: telah bertepatan dua hari raya (Jum’at dan hari raya) di masa Ibnu Zubair, dia berlambat-lambat ke luar, sehingga matahari meninggi. Di ketika matahari telah tinggi, dia pergi keluar ke mushalla, lalu berkhutbah, kemudian turun dari mimbar kemudian sembahyang. Dan dia tidak bersembahyang untuk orang ramai pada hari Jum’at itu (dia tidak mengadakan sembahyang Jum’at lagi). Saya terangkan yang demikian ini kepada Ibnu Abbas. Ibnu Abbas berkata: perbuatanya itu sesuai dengan sunnah” [HR. An Nasai dan Abu Dawud].
Berdasarkan keterangan hadis-hadis di atas, apabila telah melaksanakan Salat Id, maka tidak mengapa jika tidak mengikuti salat jumat dan menggantinya dengan salat zuhur empat rakaat. Keringanan ini diperuntukkan bagi orang yang sangat jauh dari kota untuk menuju tempat shalat hari raya dan sahalat jum’at di kala itu. Sehingga apabila seseorang harus bolak-balik, yaitu pulang dari salat Id lalu kembali lagi untuk salat Jum’at padahal tempat tinggalnya jauh, akan mengalami kesukaran dan kepayahan.
Di sisi lain, terdapat hadis lain yang diriwayatkan oleh segolongan ahli hadis termasuk Muslim, kecuali al-Bukhari dan Ibnu Majah. Hadis tersebut menerangkan bacaan salat Nabi ketika hari raya jatuh pada hari Jum’at, berbunyi:
“Diriwayatkan dari Nu’man bin Basyir ra ia berkata: Nabi saw selalu membaca pada sembahyang kedua hari raya dan sembahyang jum’at: Sabbihisma rabbikal a’la dan hal ataka hadisul ghasiyah. Apabila berkumpul hari raya dan jum’at pada satu hari, Nabi saw membaca surat-surat itu di kedua-dua sembahyang.”
Melalui pemahaman isyaratun nash terhadap hadis di atas, dapat dipahami bahwa nabi saw pada hari raya tetap melakukan salat Jum’at. Dengan demikian menjadi jelas, bahwa Nabi saw melakukan salat jum’at sekalipun hari itu bertepatan dengan hari raya yang jatuh pada hari jum’at.
Atas dasar ini Majelis Tarjih menyimpulkan bahwa bila hari raya jatuh pada hari jum’at, Nabi saw melaksanakan salat hari raya dan melaksanakan salat jum’at. Oleh karenannya seluruh warga Muhammadiyah hendaknya tetap melaksanakan salat jum’at pada hari raya, di masjid-masjid yang mudah dijangkau pada siang harinya setelah pada pagi harinya melaksanakan salat Id.
Referensi : https://muhammadiyah.or.id/idul-fitri-jatuh-pada-hari-jumat-21-april-2023-perlukah-salat-jumat/