Muhammadiyah Ikut Jejak Habib Bugak
Bagi kita umat Islam tentu tidak asing dengan istilah Wakaf. Amalan wakaf sebetulnya telah disyariatkan dalam Islam sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Syariat ini kemudian diteruskan kepada para sahabat beliau hingga sampai pada generasi sekarang.
Wakaf sendiri merupakan salah satu bentuk sedekah yang paling mulia. Allah SWT menjanjikan pahala yang besar bagi yang berwakaf sebab sedekah wakaf akan terus mengalirkan kebaikan dan maslahat.
Menurut sejarah, orang yang pertama kali melakukan wakaf adalah sahabat Abu Thalhah. Ia mewakafkan harta bendanya yang paling dicintai berupa sebidang kebun anggur untuk fakir miskin.
Menurut Istilah Ahli Fiqih
Para ahli fiqih berbeda dalam mendefinisikan wakaf menuru istilah, sehingga mereka berbeda dalam memandang hakikat wakaf itu sendiri. Berbagai pandangan tentang wakaf menurut istilah sebagai berikut :
a. Abu Hanifah
Wakaf adalah menahan suatu benda yang menurut hukum, tetap di wakif dalam rangka mempergunakan manfaatnya untuk kebajikan. Berdasarkan definisi itu maka pemilikan harta wakaf tidak lepas dari si wakif, bahkan ia dibenarkan menariknya kembali dan ia boleh menjualnya. Jika si wakif wafat, harta tersebut menjadi harta warisan buat ahli warisnya. Jadi yang timbul dari wakaf hanyalah “menyumbangkan manfaat”. Karena itu mazhab Hanafi mendefinisikan wakaf adalah : “Tidak melakukan suatu tindakan atas suatu benda, yang berstatus tetap sebagai hak milik, dengan menyedekahkan manfaatnya kepada suatu pihak kebajikan (sosial), baik sekarang maupun akan datang”.
b. Imam Maliki
Mazhab Maliki berpendapat bahwa wakaf itu tidak melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif, namun wakat tersebut mencegah wakif melakukan tindakan yang dapat melepaskan kepemilikannya atas harta tersebut kepada yang lain dan wakif berkewajiban menyedekahkan manfaatnya serta tidak boleh menarik kembali wakafnya. Perbuatan si wakif menjadi menfaat hartanya untuk digunakan oleh mustahiq (penerima wakaf), walaupun yang dimilikinya itu berbentu upah, atau menjadikan hasilnya untuk dapat digunakan seperti mewakafkan uang. Wakaf dilakukan dengan mengucapkan lafadz wakaf untuk masa tertentu susuai dengan keinginan pemilik. Dengan kata lain, pemilik harta menahan benda itu dari penggunaan secara pemelikan, tetapi membolehkan pemanfaatan hasilnya untuk tujuan kebaikan, yaitu memberikan manfaat benda secara wajar sedang itu tetap menjadi milik si wakif. Perwakafan itu berlaku untuk suatu masa tertentu, dan karenanya tidak boleh disyaratkan sebagai wakaf kekal (selamanya).
c. Imam Syafi’i dan Ahmad bin Hanbal
Syafi’I dan Ahmad berpendapat bahwa wakaf adalah melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif, setelah sempurna prosedur perwakafan. Wakif tidak boleh melakukan apa saja terhadap harta yang diwakafkan, seperti : perlakuan pemilik dengan cara pemilikannya kepada yang lain, baik dengan tukaran atau tidak. Jika wakif wakaf, harta yang diwakafkan tersebut tidak dapat diwarisi oleh warisnya.
Wakif menyalurkan menfaat harta yang diwakafkannnya kepada mauquf’alaih (yang diberi wakaf) sebagai sedekah yang mengikat, dimana wakif tidak dapat melarang penyaluran sumbangannya tersebut. Apabila wakif melarangnya, maka Qadli berhak memaksa agar memberikannya kepada mauquf’alaih.
Karena itu mazhab Syafi’i mendefinisikan wakaf adalah : “tidak melakukan suatu tindakan atas suatu benda, yang berstatus sebagai milik Allah SWT, dengan menyedekahkan manfaatnya kepada suatu kebajikan (sosial)”.
d. Mazhab Lain sama dengan mazhab ketiga, namun berbeda dari segi kepemilikan atas benda yang diwakafkan yaitu menjadi milik mauquf’alaih(yang diberi wakaf), meskipun mauquf’alaih tidak berhak melakukan suatu tindakan atas benda wakaf tersebut, baik menjual atau menghibahkannya.
https://www.bwi.go.id/pengertian-wakaf/
Wakaf Habib Bugak
Setiap tahunnya, jamaah haji asal Aceh menerima uang wakaf sebesar 1.200 riyal Arab Saudi atau Rp4,8 juta (kurs Rp4.000 per riyal) dan satu mushaf Alquran.
Uang tersebut berasal dari hasil pengelolaan dan pengembangan Wakaf Habib Abdurrahman bin Alwi Alhabsyi atau lebih dikenal dengan Habib Bugak Al-Asyi, sejak 200 tahun yang lalu.
Wakaf Habib Bugak tersebut merupakan wakaf produktif yang mengelola sejumlah hotel di kawasan Masjidil Haram serta tanah dan perumahan bagi warga keturunan Aceh di Arab Saudi.
Kini, ada lima aset yang dikelola oleh wakaf Habib Bugak Al-Asyi yang hasil sejumlah pengelolaannya dibagikan untuk jamaah haji Aceh di Makkah:
- Elaf Masyaer
- Ramada
- Hotel di Aziziyah
- Tanah dan Bangunan di Aziziyah
- Gedung di kawasan Syaikiyah
Baca Kisah lengkap Wakaf Habib Bugak Al-Asyi √ https://syehaceh.com/2021/02/25/kisah-wakaf-habib-bugak-al-asyi/
Muhammadiyah Ikuti Jejak Habib Bugak
Persyarikatan Muhammadiyah akan mengikuti jejak Habib Bugak, saat ini sedang merintis program wakaf di Mekkah.
Hal ini dibenarkan oleh CEO AMI Group, Ustadz Azzam Mujahid Izzulhaq yang dikutip dari https://news.republika.co.id.
Ustadz Azzam Mujahid Izzulhaq mengungkap terobosan Muhammadiyah yang sedang membangun sebuah hotel di Makkah, Arab Saudi. Langkah Muhammadiyah itu untuk memfasilitasi warga Indonesia yang akan menunaikan ibadah umroh maupun haji di sana.
Ustadz Azzam mengungkap informasi itu menyikapi pernyataan peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Andi Pangerang Hasanuddin yang siap membunuh semua warga Muhammadiyah. Gara-garanya, AP Hasanuddin tidak terima Muhammadiyah berbeda Lebaran dengan pemerintah.
“Persyarikatan Muhammadiyah yang anggotanya kalian fitnah dan ancam dibunuh itu sedang menyiapkan Hotel Waqaf di Makkah Al Mukarramah. Khidmah bagi warga Indonesia yang berkunjung ke Tanah Suci.
Semoga panjenengan-panjenengan dikaruniakan Allah panjang umur agar bisa turut menikmati,” katanya melalui akun Twitter @AzzamIzzulhaq di Jakarta, Selasa (25/4/2023).
Republika.co.id sudah mengirimkan pesan ke akun Instagram-nya untuk meminta izin mengutip status tersebut. Ustadz Azzam juga mengunggah foto kebersamaannya dengan Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Haedar Nashir.
Selain hotel waqaf, Baitul Waqf lil-Indusiyyin (nama sementara) pun akan menjadi student center sebagaimana Gedong Waqf Mataram di depan Masjidil Haram (pada masanya) saat Mbah Hasyim Asy’ari dan Yai Ahmad Dahlan bersama-sama menuntut ilmu di Makkah. Tak lama lagi insya Allah,” ucap Ustadz Azzam.
Menurut dia, generasi emas Mbah Hasyim Asy’ari dan Yai Ahmad Dahlan sebagai muassis Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah memang menjadi teladan. “Keduanya dipersatukan di Makkah untuk sebuah kejayaan. Gedong Waqf Mataram menjadi saksi tak terbantahkan. Kini, upaya itu kami ulang ikhtiarkan,” kata Ustadz Azzam.