Laksamana Keumalahayati : Keluarga Besar Laksamana
Sejarawan Aceh, Rusdi Sufi dalam tulisannya “Laksamana Keumalahayati” mengungkapkan, perlawanan Kerajaan Aceh dilakukan karena Portugis dianggap sebagai agresor yang telah merusak kedamaian dan jaringan perdagangan di kawasan Malaka. Konflik antara Aceh dengan Portugis berlangsung sepanjang abad XVI hingga XVII. Salah seorang yang memiliki peran dalam perlawanan terhadap Portugis itu adalah Laksamana Keumalahayati.
Marie Van Zeggelen dalam buku “Oude Glorie” terbitan Uitgeverij Con- serrne, Denhag, 1935, menjelaskan, Keumalahayati adalah wanita yang berpangkat laksamana (admiral) Kerajaan Aceh, yang memimpin armada laut pada masa pemer- intahan Sulthan Alaiddin Riayatsyah Al Mukamil (1589-1604).
Sebelum diangkat menjadi admiral, Keumalahayati bertugas sebagai panglima pasukan perempuan (sipai inong) di kerajaan Aceh. Karena keberhasilannya memimpin pasukan perempuan, ia diangkat menjadi laksamana.
Laksamana Keumalahayati berasal dari keluarga yang juga laksamana. Ayah dan kakeknya juga merupakan pimpinan angkatan perang Kerajaan Aceh di laut. Hal itu terungkap dalam sebuah manuskrip tahun 1254 hijriah atau 1875 masehi yang tersimpan di University Kebangsaan Malaysia.
Manuskrip itu menjelaskan, Keumalahayati berasal dari keluarga sulthan-sulthan Aceh terdahulu. Ayahnya bernama Mahmud Syah juga seorang laksamana. Kakeknya dari garis ayahnya juga seorang laksamana bernama Muhammad Said Syah, putra Sulthan Salahuddin Syah yang memerintah Kerajaan Aceh pada tahun 936 sampai 945 hijriah atau sekitar 1530 sampai 1539 masehi. Sulthan Slahuddin Syah merupakan putra dari Sulthan Ibra- him Ali Mughayat Syah (1513 – 1530) pendiri Kerajaan Aceh Darussalam.